geologi

semua tentang geologi dan ilmu pendukung nya


2 Comments

HUKUM STRATIGRAFI

Tujuan utama semua hukum stratigrafi adalah untuk penentuan umur relatif, yaitu untuk memperkirakan batuan mana yang terbentuk lebih dulu dan batuan mana yang terbentuk terakhir. Juga penentuan umur absolut “kapan tepatnya batuan itu terbentuk?”. Ini bisa diketahui melalui metoderadiometri/datting dengan mengukur kadar unsur radioaktif batuan sehingga diketahui umur batuan secara tepat. Hukum-hukum stratigrafi tersebut yaitu:

  • Hukum Superposisi (Steno, 1669)
  • Hukum Horizontalitas (Steno, 1669)
  • Original Continuity (Steno, 1669)
  • Uniformitarianism (Hutton, 1785)
  • Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778)
  • Strata Identified by Fossils (Smith, 1816)
  • Facies Sedimenter (Selley, 1978)
  • Cross-Cutting Relationship
  • Law Of Inclusion

Mari kita bahas berdasarkan urut-urutan penemu dan tahun penemuan hukum-hukum tersebut

 

1. Hukum Superposisi (Nicolas Steno,1669): Dalam suatu urutan perlapisan batuan, maka lapisan batuan yang terletak di bawah umurnya relatif lebih tua dibanding lapisan diatasnya selama lapisan batuan tersebut belum mengalami deformasi.

2. Hukum Horizontalitas (Nicolas Steno,1669): Pada awal proses sedimentasi, sebelum terkena gaya atau perubahan, sedimen terendapkan secara horizontal

3. Original Continuity (Nicolas Steno,1669): Batuan sedimen melampar dalam area yang luas di permukaan bumi.

4. Uniformitarianism (James Hutton, 1785) : Uniformitarianisme adalah peristiwa yang terjadi pada masa geologi lampau dikontrol oleh hukum-hukum alam yang mengendalikan peristiwa pada masa kini.  Hukum ini lebih dikenal dengan semboyannya yaitu “The Present is the key to the past.” Maksudnya adalah bahwa proses-proses geologi alam yang terlihat sekarang ini dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa lampau.

5. Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778):  Pada setiap lapisan yang berbeda umur geologinya akan ditemukan fosil yang berbeda pula. Secara sederhana bisa juga dikatakan Fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda dengan fosil di lapisan atasnya. Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan digantikan (terlindih) dengan fosil yang ada sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang berbeda (karena evolusi). Perbedaan fosil ini bisa dijadikan sebagai pembatas satuan formasi dalam lithostratigrafi atau dalam koreksi stratigrafi.

6. Strata Identified by Fossils (Smith, 1816) : Perlapisan batuan dapat dibedakan satu dengan yang lain dengan melihat kandungan fosilnya yang khas

7. Facies Sedimenter (Selley, 1978): Suatu kelompok litologi dengan ciri-ciri yang khas yang merupakan hasil dari suatu lingkungan pengendapan yang tertentu. Aspek fisik, kimia atau biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapakan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fsies apabila kedua batuan tersebut berbeda fisik, kimia atau biologi (S.S.I.)

8. Cross-Cutting Relationship (A.W.R Potter & H. Robinson): Apabila terdapat penyebaran lap. Batuan (satuan lapisan batuan), dimana salah satu dari lapisan tersebut memotong lapisan yang lain, maka satuan batuan yang memotong umurnya relatif lebih muda dari pada satuan batuan yang di potongnya.

9. Law of Inclusion: Inklusi terjadi bila magma bergerak keatas menembus kerak, menelan fragmen2 besar disekitarnya yang tetap sebagai inklusi asing yang tidak meleleh. Jadi jika ada fragmen batuan yang terinklusi dalam suatu perlapisan batuan, maka perlapisan batuan itu terbentuk setelah fragmen batuan. Dengan kata lain batuan/lapisan batuan yang mengandung fragmen inklusi, lebih muda dari batuan/lapisan batuan yang menghasilkan fragmen tersebut.


Leave a comment

PERKEMBANGAN TATA KELOLA MIGAS DI INDONESIA (1900-2012)

Perkembangan Tata Kelola dan Tantangan serta Strategi Eksplorasi Migas di Indonesia

Tata kelola MIGAS akan berubah besar dalam beberapa waktu dekat ini pasca pembubaran BPMIGAS. Dibawah ini sebgian dari tulisan yang pernah saya bawakan dalam acara Lokakarya Jurnalistik tentang Migas untuk Wartawan di Jawa Timur 3 Desember 2011

Sejarah Eksplorasi Migas di Indonesia

Perminyakan Sebelum Kemerdekaan.

Uraian dibawah ini dikumpulkan dari berbagai sumber terutama di internet yang sumber asalnya tidak diketahui serta beberapa buku bacaan dan diskusi di mailist IAGI-net. Untuk perkembangan yuridis telah disusun oleh BPK terlampir sebagai addendum tulisan ini.

:( ” Mendongeng Sejarah ya Pak Dhe ?”

Pemanfaatan dan penggunaan minyak bumi dimulai oleh bangsa Indonesia sejak abad pertengahan. Menurut sejarah, orang Aceh menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola api saat memerangi armada Portugis.

Selama ini yang lebih dikenal sebagai awal eksplorasi atau pencarian migas dilakukan adalah pengeboran sumur Telaga tunggal oleh Zijker, namun penelitian yang dilakukan oleh salah satu anggota IAGI (Awang HS) menemukan bahwa usaha pengeboran pertama kali sebenarnya sudah dilakukan oleh Jan Reerink, tahun 1857.

Gambar.1 Usaha eksplorasi minyak di Indonesia dimulai menjelang abad ke20 di Jawa dan di Sumatera Utara. Disusul kemudian di Papua.

Jan Reerink adalah seorang anak laki-laki saudagar penggilingan beras pada zaman Belanda di Indonesia pada paruh kedua abad ke-19. Reerink ditugaskan ayahnya menjaga sebuah toko kelontong di Cirebon. Tetapi, Reerink selalu melamunkan penemuan minyak seperti yang dilakukan Kolonel Drake di Pennsylvania  pada tahun 1857. Akhirnya, sebuah berita ia terima bahwa ada rembesan minyak keluar dari lereng barat Gunung Ciremai di kawasan Desa Cibodas, Majalengka. Reerink berketetapan hati akan membor rembesan minyak itu.

:( “Wah ternyata mereka mencari minyak di Pulau Jawa ya ?. Lah sekarang kok malah di Jawa ngga banyak diketemukan Pakdhe ? “

:D “Diketemukan minyak kan banyak di Jawa Timur, Thole. Daerah Cepu dan sekitarnya”

Awal sejarah perkembangan eksplorasi dan eksploitas migas secara modern di Indonesia ditandai saat dilakukan pengeboran pertama pada tahun 1871 ini, yaitu sumur Madja-1 di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh pengusaha belanda bernama Jan Reerink diatas. Akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan akhirnya sumur pengeborannya ditutup.

Akan halnya Telaga Tunggal, tokoh yang terkenal adalah Jan Zijlker (nama Jan adalah nama “pasaran” orang Belanda). Tahun 1880, ia ditugaskan atasannya mengunjungi sebuah perkebunan tembakau di Sumatra Utara. Jan Zijlker adalah manager of the East Sumatra Tobacco Company. Di sana, ia melihat penduduk setempat (Langkat) menggunakan obor dengan suatu zat untuk membuatnya tahan lama menyala. Zijlker mengenal zat itu sebagai minyak tanah

Penemuan sumber minyak dengan pengeboran moderen yang pertama di Indonesia ini yang akhirnya lebih dikenal sebagai awal eksplorasi yang terjadi pada tahun 1883 yaitu diketemukannya lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan oleh seorang Belanda bernama A.G. Zeijlker.

Gambar 2. Sejarah perkembangan yuridis (aturan) tentang pengelolaan migas di Indonesia sejak awal 1900 hingga 2011.

Penemuan-penemuan selanjutnya juga dilakukan dengan pengeboran sumur ini kemudian disusul oleh penemuan lain yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga Said oleh Zeijlker menjadi modal pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal sebagai Shell. Pada waktu yang bersamaan, juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu, Jawa Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Riam Kiwa di daerah Sanga-Sanga, Kalimantan.

Menjelang akhir abad ke 19 terdapat 18 prusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company melebur menjadi satu bernama The Asiatic Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada tahun 1907 berdirilah Shell Group yang terdiri atas B.P.M., yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo Saxon. Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche Petroleum Maatschappij namun kemudian diambil alih oleh B.P.M.

Awal masuknya Amerika dalam industri Migas di Indonesia.

Pada tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke Indonesia. Pertama kali dibentuk perusahaan N.V. Standard Vacuum Petroleum Maatschappij atau disingkat SVPM. Perusahaan ini mempunyai cabang di Sumatera Selatan dengan nama N.V.N.K.P.M (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) yang sesudah perang kemerdekaan berubah menjadi P.T. Stanvac Indonesia. Perusahaan ini menemukan lapangan Pendopo pada tahun 1921 yang merupakan lapangan terbesar di Indonesia pada jaman itu.

Gambar 3. Masuknya “investor” ke Indonesia dimulai sejak terbentuknya perushaan migas Belanda yang disusul oleh perusahan berasal dari Amerika sekitar 1920-1940.

Untuk menandingi perusahaan Amerika, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan gabungan antara pemerintah dengan B.P.M. yaitu Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij. Dalam perkembangan berikutnya setelah perang dunia ke-2, perusahaan ini berubah menjadi P.T. Permindo dan pada tahun 1968 menjadi P.T. Pertamina.

Pada awalnya Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan pembedaan antara Shell dengan perusahaan lain. Pada tahun 1920 masuk dua perusahaan Amerika baru yaitu Standard Oil of California dan Texaco. Pada tahun 1920 ini di Amerika diundangkan “General Lisencing Act” yang mengusulkan untuk non discriminasi.

:( “Wah Pakdhe, Amerika sudah ngugrek0ngugrek Indonesia sejak 1920 ya ?”

:D “Indonesia itu potensinya besar Thole. Semua juga tertarik untuk menduduki Indonesia”

Kemudian, pada tahun 1930 dua perusahaan ini membentuk N.V.N.P.P.M (Nederlandsche Pasific Petroleum Mij) dan menjelma menjadi P.T. Caltex Pasific Indonesia, sekarang P.T. Chevron Pasific Indonesia. Perusahaan ini mengadakan eksplorasi besar-besaran di Sumatera bagian tengah dan pada tahun 1940 menemukan lapangan Sebangga disusul pada tahun berikutnya 1941 menemukan lapangan Duri. Di daerah konsesi perusahaan ini, pada tahun 1944 tentara Jepang menemukan lapangan raksasa Minas yang kemudian dibor kembali oleh Caltex pada tahun 1950.

Pada tahun 1935 untuk mengeksplorasi minyak bumi di daerah Irian Jaya dibentuk perusahaan gabungan antara B.P.M., N.P.P.M., dan N.K.P.M. yang bernama N.N.G.P.M. (Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij) dengan hak eksplorasi selama 25 tahun. Hasilnya pada tahun 1938 berhasil ditemukan lapangan minyak Klamono dan disusul dengan lapangan Wasian, Mogoi, dan Sele. Namun, karena hasilnya dianggap tidak berarti akhirnya diseraterimakan kepada perusahaan SPCO dan kemudian diambil alih oleh Pertamina tahun 1965.

Gambar 4. Pasca PD II dan kemerdekaan, mulai munculnya perusahaan lokal dan dibentuknya PERMINA sebagai perusahaan nasional yang pertama. Merupakan cikal bakal PERTAMINA.

Setelah perang kemerdekaan di era revolusi fisik tahun 1945-1950 terjadi pengambilalihan semua instalasi minyak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1945 didirikan P.T. Minyak Nasional Rakyat yang pada tahun 1954 menjadi perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara (PT MTMSU). Perusahaan ini bersifat lokal. Operasinya belum secara nasional. Pada tahun 1957 didirikan P.T. Permina oleh Kolonel Ibnu Sutowo yang kemudian menjadi P.N. Permina pada tahun 1960. Pada tahun 1959, N.I.A.M. menjelma menjadi P.T. Permindo yang kemudian pada tahun 1961 berubah lagi menjadi P.N. Pertamin. Pada waktu itu juga telah berdiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur P.T.M.R.I (Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia) yang menjadi P.N. Permigan dan setelah tahun1965 diambil alih oleh P.N. Permina.

:( “Laah, ini kan cikal bakalnya PERTAMINA kan Pakdhe ?”

Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing dihapuskan diganti dengan sistem kontrak karya. Tahun 1964 perusahaan SPCO diserahkan kepada P.M. Permina. Tahun 1965 menjadi momen penting karena menjadi sejarah baru dalam perkembangan industri perminyakan Indonesia dengan dibelinya seluruh kekayaan B.P.M. – Shell Indonesia oleh P.N. Permina. Pada tahun itu diterapkan kontrak bagi hasil (production sharing) yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi P.N. Permina dan P.N. Pertamin. Perusahaan asing hanya bisa bergerak sebagai kontraktor dengan hasil produksi minyak dibagikan bukan lagi membayar royalty.

Gambar 5. Jeda antara saat ditemukan (discovery) hingga puncak produksi dicapai dalam 20-30 tahun. Saat ini sekitar diperlukan waktu 10 hingga 15 tahun utk memproduksikan lapangan baru.

Tahun 1960 anjungan pengeboran (Jack-up Rig) mulai beroperasi secara massal. Dan sSejak tahun 1967 eksplorasi besar-besaran juga dilakukan di Indonesia baik di darat maupun di laut oleh P.N. Pertamin dan P.N. Permina bersama dengan kontraktor asing. Tahun 1968 P.N. Pertamin dan P.N. Permina digabung menjadi P.N. Pertamina dan menjadi satu-satunya perusahaan minyak nasional. Di tahun 1969 ditemukan lapangan minyak lepas pantai yang diberi nama lapangan Arjuna di dekat Pemanukan, Jabar. Tidak lama setelah itu ditemukan lapangan minyak Jatibarang oleh Pertamina. Kini perusahaan minyak PERTAMINA ini tengah berbenah diri menuju perusahaan bertaraf internasional.

Pertumbuhan dan pengembangan lapangan migas di Indonesia mencapai puncaknya ketika produksi minyak Indonesia mencapai diatas satu setengah juta barel perhari yang dicapai pada tahun 1977 (gambar 5).

:( “Looh kalau begitu peningkatan produksi dan eksplorasi migas didorong oleh tehnologi, bukan pengelolaannya ya ?”

:D “Kesuksesan didorong oleh tehnologi, namun efisiensi penemuannya akan banyak ditentukan oleh pengelolaan serta penegetahuan eksplorasi. Termasuk perkembangan ilmu geologi.”

Arun LNG sebagai awal pemicu produksi Gas di Indonesia.

Produksi gas mulai menggeliat ketika gas mulai diperdagangkan dan mulai dipergunakan sebagai energi. Pada tahun 1972 ditemukan sumber gas alam lepas pantai di ladang North Sumatra Offshore (NSO) yang terletak di Selat Malaka pada jarak sekitar 107,6 km dari kilang PT Arun di Blang Lancang. Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan pembangunan proyek NSO “A” yang diliputi unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai (offshore) dan di PT Arun. Fasilitas ini dibangun untuk mengolah 450 MMSCFD gas alam dari lepas pantai sebagai tambahan bahan baku gas alam dari ladang arun di Lhoksukon yang semakin berkurang.

Tanggal 16 Maret 1974, PT Arun didirikan sebagai perusahaan operator. Perusahaan ini baru diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 19 September 1978 setelah berhasil mengekspor kondensat pertama ke Jepang (14 Oktober 1977).

Produksi gas Indonesia terus meningkat hingga tahun 2000 ini dan masih menunjukkan produksi yang terus meningkat setelah gas dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri dengan pemipaan (pipe gas).

Penemuan lapangan gas terbesar di Indonesia diketemukan di Laut Natuna di Lapangan D-Alpha. Lapangan ini memiliki kandungan gas lebih dari 200 TCF, namun hampir 70% merupakan CO2. Total hydrocarbon (combustible) gas sekitar 40 TCF. Karena banyaknya porsi kandungan CO2 ini menjadikan pengembangan lapangan ini terus tertunda hingga saat ini.

Penemuan lapangan-lapangan minyak semakin sulit dan gas di Indonesia ini membuat pengelolaan migas dengan PSC (Production Sharing Contract) ini harus selalu dikembangkan.

Sistem bagi hasil ini sebenarnya sudah dikenalkan pada tahun 1951, namun sistem PSC modern memang dimulai pada tahun 1966 setelah 2 tahun negosiasi antara PERMINA dengan IIAPCO untuk WK ONWJ. Disebut sebagai PSC modern karena pokok-pokok kontrak tersebut hingga saat ini masih dipakai.

Sedangkan kalau dilihat perkembangann PSC dengan digabungkan UU-nya maka:

PSC Generasi pertama (1960 – 1976):

  • Produksi minyakd an gas bumi setiap tahun dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
    • 40% pertama disebut sebagai cost oil yang dialokasikan untuk pengembalian biaya eksplorasi dan eksploitasi. (Ceiling Cost Recovery)
    • 60% sisanya disebut sebagai profit oil atau equity oilyang dibagi:
      • 65% untuk PERMINA dan 35% untuk Kontraktor untuk produksi 75 ribu BOPD
      • 67.5% % Pertamina, 32 % % Kontraktor untuk produksi antara 75.000 sid 200.000 per hari:
      • 70 % Pertamina, 30 % Kontraktor untuk produksi di atas 200.000 barrel per hari.
  • Jangka Waktu eksplorasi selama 6 Tahun, dan dapat diperpanjang 2 kali (masing-masing 2 tahun)
  • Pajak Sebesar 56% dan tidak dibedakan antara pajak coorporate dan dividen.
  • Komersialitas dibatasi dengan minimum pendapatan negara adalah 49% dari pendapatan kotor dan ditentukan oleh Pertamina dan Kontraktor.
  • DMO sebesar 25% dari milik kontraktor dengan pembayaran sebesar US$0.2/bbl.

PSC Generasi kedua (1976 – 1988):

Dalam usahanya pemerintah meningkatkan keuntungan, pemerintah berusaha untuk mengganti model yang sebelumnya memberikan dua level bagi hasil dihapuskan dan menjadi satu bagi hasil sebesar 85:15 (70:30 untuk gas) bagi Pertamina. Perkecualian untuk Rokan PSC di mana bagi hasilnya 88:12 untuk Pertamina.

Penerimaan Negara dibagi dalam dua kelompok yaitu:

  • Penerimaan Negara berupa Pajak Perseroan dan Dividen termaksud dalam peraturan perpajakan yang berlaku pada saat penandatanganan perjanjian
  • Penerimaan Negara diluar pajak-pajak tersebut dalam butir 1 di atas, termasuk bagian produksi yang diserahkan kepada Negara sebagai pemilik kuasa atas sumber daya minyak dan gas bumi, kewajiban kontraktor menyerahkan sebagian dari produksi yang diterimanya untuk kebutuhan dalam negeri, bea masuk, iura pembanguna daerah (PBB), bonus, dan lain-lain.
  • Pajak sebesar 56% yang terdiri dari 45% pajak Coorporate dan 11% pajak Dividen.
  • Limit cost recovery yang sebelumnya 40% dihapuskan, sehingga Kontraktor dapat mendapatkan kembali   maksimum 100% dari revenue untuk penggantian biaya dan didasarkan pada Generally Accepted Acounting principle (GAAP).
  • Selisih antara Pendapatan Kotor per tahun dengan Cost Recovery, Kemudian dibagi antara Pertamina dan Kontraktor masing masing sebesar 65.91% : 34.09% (minyak) 31.82% : 68.18% (gas). Bagian Kontraktor akan dikenakan pajak total sebesar 56% (terdiri dari 45% pajak pendapatan dan 20% pajak dividen), dengan demikian pembagian bersih setelah pajak adalah : 85% : 15% (minyak) dan 70% : 30% (gas).
  • Pajak turun dari 56% menjadi 48%,  maka untuk mempertahankan pembagian (share) diatas, pembagian produksi sebelum kena pajak diubah menjadi : 71.15% : 28.85% (minyak) dan 42.31% : 57.69% (gas).
  • Untuk lapangan baru, Kontraktor diberikan kredit investasi sebesar 20% dari pengeluaran kapital untuk fasilitas produksi. dan diberikan DMO Holiday selama 5 tahun.
  • DMO sebesar 25% dari milik kontraktor dengan pembayaran sebesar US$0.2/bbl.
  • Jangka Waktu Eksplorasi selama 6 Tahun, dan tidak dapat diperpanjang (dalam beberapa kontrak dapat diperpanjang satu kali selama 2 tahun).
  • Komersialitas dibatasi dengan minimum pendapatan negara adalah 49% dari pendapatan kotor dan ditentukan oleh Pertamina dan Kontraktor

PSC Generasi ketiga (1988 – 1993):

Pada tahun 1988 dan 1989, fiscal term yang telah direvisi tersebut diperkenalkan sebagai model PSC baru. Perubahan penting dalam model PSC tersebut adalah diberlakukannya FTP, kenaikan besaran DMO fee, dan perbaikan terms untuk proyek-proyek marginal, frontier, deepwater dan reservoir pre-tersier . Pada tahun 1988 Pertamina memperkenalkan  beberapa terms and condition yang berbeda untuk kontrak area baru dan perpanjangan. Kontrak area baru dibagi menjadi 2 kategori yaitu konvensional dan frontier. Komersialitas dibatasi dengan minimum pendapatan negara adalah 25% dari pendapatan kotor dan ditentukan oleh Pertamina dan Kontraktor

PSC Generasi keempat (1994 – 2001): 

  • Titik acuan PP Nomor 35 Tahun 1994
  • Dana ASR
  • Besaran pajak berubah dari 48% menjadi 44% yang terdiri dari 30% dan pajak dividen sebesar 14%.
  • Standar investment credit untuk keperluan cost recovery turun dari 17% menjadi 15.78%.
  • Skema bagi hasil sebelum pajak juga berubah menjadi 73.22%:26.78%.
  • DMO sebesar 25% dari milik kontraktor (15% dari harga export setelah 5 tahun pertama produksi)
  • Jangka Waktu Esplorasi selama 6 tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 kali selama 4 tahun
  • Komersialitas tidak diberi batasan minimum pendapatan pemerintah.
  • Sebelum melakukan kegiatannya Kontraktor diwajibakan melakukan environmental base line study.

Perubahan ke satu

Pada tahun 1997, Pertamina merubah beberapa pokok terms & condition dalam rangka meningkatkan kegiatan eksplorasi. Pokok-pokok tersebut adalah:

Sebelum generasi keempat komitmen dalam bab IV PSC berupa komitmen finansial maka dalam PSC generasi ini komitmen berubah menjadi komitmen Finansial dan Kegiatan. Namun pelaksanaannya masih dihitung secara finansial.

Sebelum generasi keempat komitmen dalam bab IV PSC berupa komitmen finansial tanpa ada pembagian jenis komitmen maka dalam PSC generasi ini berubah menjadi untuk 3(tiga) tahun atau 2 (dua) tahun pertama disebut sebagai komitmen pasti. Apabila gagal memenuhi komitmen pasti dan kontraktor mengembalikan wilayah kerja tersebut maka  kontraktor wajib membayar kekurangan pelaksanaan komitmen pasti tersebut.

Perubahan kedua

Pada tahun 1998, besaran harga DMO berubah dari 15% menjadi 25% harga ekspor

 

Perubahan ketiga

Pada tahun 1999, mulai diperkenalkan istilah performance deficiency notice.

 

PSC Generasi kelima: 2001-2007:

Perubahan dari finansial komitmen menjadi work program Komitmen

PSC Generasi Keenam: 2008-skrg:

POD Basis, dana ASR dalam escrow account, LCCA, Subsequent Petroleum Discovery, persyaratan perpanjangan jangka waktu eksplorasi dipertegas, penurunan pajak penghasilan mengikuti UU No.36 Tahun 2008

 

Perubahan pertama-2009: untuk WK GMB diperkenalkan Handling production sebelum POD

Perubahan Pengelolaan Migas Pasca Reformasi

Setelah Reformasi politik terjadi di Indonesia tahun 1998, perubahan pengelolaan migas berubah menjadi sangat berbeda.

Pada tanggal 23 Nopember 2001 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dimana yang menjadi dasar pertimbangan diundangkannya Undang-Undang tersebut adalah sudah tidak sesuainya lagi UU No. 44 Prp. Tahun 1960 dengan perkembangan usaha pertambangan migas baik dalam taraf nasional maupun internasional. UU 22/2001 ini terutama merubah sisi downstream atau hilir menjadi terbuka utk perusahaan asing dari luar negeri.

 

Perubahan yang terjadi pada UU Migas 22/2001 ini dapat disarikan terlihat dibawah ini.

Gambar 6. Perubahan perundangan dalam pengelolaan migas sejak Indische Mijnwest (IMW, UU Prp 44/tahun 1960 dan UU 22/2011.

Yang paling utama dalam pembaharuan pengelolaan migas ini adalah pengalihan pengelolaan migas dalam Kuasa Pertambangan dari Perusahaan Negara PERTAMINA kepada pemerintah.

Gambar 7. Pengaturan pengelolaan Migas dalam UU No 22 tahun 2001.

Salah satu hal utama sebagai konsekuensi pengesahan UU 22/2001 ini adalah perlu dibentuknya adanya Badan Pelaksana (dibentuk BPMIGAS) dan Badan Pengatur  (dibentuk BPHMIGAS) serta perubahan bentuk  PERTAMINA menjadi persero. PERTAMINA bukan lagi sebagai perusahaan pengelola dan pemegang kuasa pertambangan. Dalam kegiatan hulu PERTAMINA akan menjadi perusahaan yang diberlakukan seperti perusahaan-perusahaan kontraktor. Dan akhirnya PERTAMINA juga mendandatangani KKKS dengan MIGAS pada tanggal 17 September 2005.

Dalam hal produksi nasional, BPMIGAS menjadi badan negara yang mengelola produksi atas bagihasil di lapangan-lapangan yang dikelola oleh kontraktor (KKKS).

Tantangan : Eksplorasi sebagai satu-satunya cara meningkatkan produksi.

Gambar 8. Tantangan Eksplorasi di Indonesia terutama di Indonesia Timur dengan kemungkinan terdapatnya gas di daerah laut dalam.

Penemuan-penemuan gas setelah tahun 1990 banyak dijumpai di Indonesia Timur. Tentusaja daerah ini sulit untuk dikembangkan dengan cepat. Namun setelah diundangkan UU Migas 22/2001 ini penemuan migas ini menjadi sangat menurun. Hanya penemuan lapangan-lapangan kecil yg dijumpai dan banyak yang sangat marjinal untuk dikembangkan secara ekonomis.

:( Kok Indonesia Timur ketinggalan dalam eksplorasinya ya Pakdhe. Padahal Indonesia Timur banyak potensinya.”

:D “Kalau lautdalam dan daerah susah dijangkau tentunya juga tidak menjadi prioritas, Thole. Tugas pemerintah salah satunya harus mampu menggerakkan kegiatannya ke arah sana”

Perlu dana eksplorasi migas dari APBN.

Didalam pengusahaan migas untuk menjamin ketersediaan serta kesinambungan produksi maka usaha eksplorasi-lah yang merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi. Permasalahan yang sering dijumpai investor dalam usaha penemuan minyak (eksplorasi) ini terutama tumpang tindih lahan, tumpang tindih aturan ( ESDM – KEHUTANAN – PERIKANAN – KELAUTAN- PERHUBUNGAN), keterbatasan data, serta sulitnya akses dan minimnya infra struktur.

Lemahnya niat pemerintah dalam usaha peningkatan produksi dengan usaha eksplorasi ini tercermin pada  minimnya dana Plow Back (yaitu dana untuk kebutuhan eksplorasi migas yang diperoleh dari keuntungan usaha eksplorasi itu sendiri). Dari penerimaan Negara Dari Sektor Migas Sebesar 28% hanya diberikan  Plow Back Migas 0,07% Dari Penerimaan Sektor ESDM Tahun 2011. Rata-rata perusahaan migas akan mengeluarkan 10-20% anggarannya untuk usaha eksplorasi (pencarian lapangan baru).

Dalam dunia eksplorasi termasuk eksplorasi migas, “data geologi” yang menjadi bahan dasar untuk kegiatan eksplorasi merupakan “soft infrastrcuture“. Pengambilan data baru oleh pemerintah yang diambil dari dana APBN perlu ditambah untuk membantu serta mempercepat usaha eksplorasi, dimana nantinya akan membantu menjamin ketersediaan energi migas dimasa mendatang. Dengan cara investasi seperti inilah perusahaan dapat bertahan bahkan meningkatkan produksinya. Semestinya negara (pemerintah) juga memberikan batuan akselerasi waktu dalam melakukan usaha eksplorasi dengan memberikan dana belanja untuk penyediaan dan akuisisi data baru untuk melakukan penelitian sebagai bagian dari perbaikan infrastruktur eksplorasi.

Referensi :

  • – Teuku H. Moehammad Hasan (1985), “Sejarah Perjuangan Perminyakan Nasional. Penerbit : Yayasan Sari Pinang Sakti Jakarta.
  • – Adendum “Tinjauan Historis Yuridis Pengusahaan Pertambangan Migas di Indonesia”, oleh BPK. Diambil dari :  (http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/HisYuridis_usahamigas.pdf)
  • – Berbagai sumber lain di Internet.

Dibawakan pada

Lokakarya Jurnalistik tentang Migas untuk Wartawan di Jawa Timur 3 Desember 2011

Copyright From Dongeng Geologi by Rovicky dwi Putrohari


Leave a comment

MENGENAL AKUIFER

Mencari Air : Mengenal Akuifer

http://rovicky.files.wordpress.com/2006/08/water.gif?w=151&h=213

Mencari air itu gampang-gampang susah. Karena kita tidak tahu persis seperti apa kondisi bawah permukaan. Secara mudah dibawah ini akan dijelaskan lagi kondisi bawah permukaan dalam 4 Hidrostratigafi units (HSU)

:( “Pakdhe, bukan gampang-gampang susah. Tapi susah-susah gampang. Lah banyak susahnya sih …”

:D “Nah ini penjelasan dibuat oleh Thomas Triadi, seorang ahli geohidrologi yang sedang mengambil Doktor ilmu air”.

Air akan berada didalam tanah mengisi pori-pori diantara butiran-butiran, terutama butiran pasir. Selain pasir didalam tanah juga terdapat lempung yang kedap air.

Secara sederhana Thomas membaginya menjadi 4 yakni:

  1. Akuifer 1 atau sering disebut akuifer dangkal dengan muka airtanah umumnya mengikuti pola topografi, ke arah perbukitan (intermediate slope) akan semakin dalam, demikian sebaliknya semakin dangkal ke arah dataran (plains).
  2. Akuiklud sebagai lapisan penghambat air dan batas antara akuifer 1 dan akuifer 2
  3. Akuifer 2 atau sering disebut akuifer dalam dengan piezometric level sebagai garis imajiner airtanahnya.
  4. Akuifug atau lapisan kedap air.

Gambaran sederhana penampang muka tanah dan kandungan air.

Akuifer adalah lapisan yang mengandung air. Jadi dalam gambar diatas ada dua akuifer.

Kemudian apabila ada pembuatan sumur bor dimana lokasi tersebut terdapat mata air dan beberapa sumur gali bisa dilihat hubungan antara airtanah yang terambil melalui sumur bor maupun sumur gali di bawah ini.

Sumur gali akan memanfaatkan air yang berada pada lapisan akuifer 1, sedangkan sumur bor akan mengambil airtanah dari lapisan akuifer 2 selama pemasangan saringan/screen dari sumur bor berada pada lapisan akuifer 2. Tentunya pembuat sumur bor akan  memilih airtanah dalam yang lebih bagus secara kualitas dibandingkan airtanah dangkal dan secara kuantitas tidak mengganggu airtanah dangkal. Ada aturan bahwa pengeboran untuk airtanah dilakukan minimal 30 m untuk menjaga ketersediaan airtanah dangkal.

Kemudian untuk kaitan dengan mata air dengan melihat ilustrasi di bawah ini bahwakemungkinan keberadaan mata air ini juga merupakan muka airtanah yangterpotong topografi dan muncul ke permukaan, sehingga tidak ada hubungannya dengan airtanah dari sumur bor.

Semua ini hanya penjelasan singkat dan sederhana, sehingga diperlukan studi lebih mendalam mengenai kondisi geologi dan hidrogeologi daerah tersebut dan tidak bisa disamakan dengan daerah lain.

:( “Waduh Pakdhe, kondisi geologi yang rumit itu seperti apa ?”

:D “Yo ntar didongengkan terpisah ya Thole”.

Secara mudah kita tahu bahwa ada dua jenis air tanah, yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam. Kedalaman air ini yang tentusaja tidak sama untuk setiap daerah. Namun air tanah dalam seringkali berada pada kedalaman dibawah 30 meter.

 

Copyright from Dongeng Geologi by Rovicky Dwi Putrohari


Leave a comment

AWAL PENDIDIKAN GEOLOGI DI INDONESIA

Awal Pendidikan Geologi di Indonesia

oleh R.P.Koesoemadinata

Lain dengan pendidikan kedokteran, hukum, pertanian dan teknik yang telah dimulai pada awal abad ke-20, pendidikan geologi sangat terabaikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pendidikan geologi untuk orang Indonesia terbata tingkatan “mantri opnemer” atau surveyor/juru ukur saja. Untuk kebutuhan tenaga ahli geologi dan insinyur pertambangan pemerintahan colonial Belanda mengandalkan lulusan universitas dan sekolah tinggi teknik dari Belanda da negara Europa lainnya.

Keadaan berubah setelah dimulainya Perang Dunia ke II pada tahun 1938 terutam setelah Tentara Jerman menginvasi negeri Belanda, sehingga hubungan terputus. Maka mulailah Pemerintah Kolonial Belanda pada tgl 10 Mei 1938 melalui mendirikan suatu lembaga pendidikan darurat yang dinamakan “Assistent Kursus” (Kursus untuk Asisten Geolog, mungkin sekarang setara dengan D-3) yang berlangsung 3 tahun.

Pendidikan ini dilaksanakan oleh Dienst van het Mijnbouws (Dinas Pertambangan) di Jl Diponegoro 58 Bandung, dengan para ahli geologi daninsinyur pertambangan yang bekerja pada instansi tersebut sebagai pardosennya, antara lain Van Bemmelen. Pendidikan ini diikuti pada umumnya orang-orang Belanda, dan hanya ada 2 orang Indonesia yang mengikutnya sampai selesai yaitu F. Lasut dan Sunu Sumosusastro. Persyaratan mengikuti pendidikan itu adalah lulus sekolah menengah atas, yaitu HBS (Hogere Burgerschool, khusus untuk orang Belanda) atau AMS B ( Algemeene Middlebare School , opsi B/IPA, terutama untuk orang pribumi/Indonesia). Kursus ini hanya berlangsung 1 angkatan saja (3 tahun) karena Tentara Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942.

Maka kedua orang inilah sebetulnya merupakan ahli geologi Indonesia pertama dan boleh dikatakan juga pionir dalam pendidikan geologi.

Semasa pendudukan Jepang pada ahli geologi dan insinjur pertambangan Belanda masih dipekerjakan oleh penguasa Jepang, khususnya untuk menterjemahkan laporan2 geologi ke dalam bahasa Inggris, namun Van Bemmelen masih sempat supervisi pekerjaan geologi lapangan yang dilaksanakan F. Lasut mengenai endapan jarosit di Ciater, Lembang di Utara Bandung. Selain itu juga masih ada geolog orang Swiss (waktu itu negara netral dalam kecamuk perang dunia ke II) yang masih bekerja pada Dinas Pertambangan di Bandung itu. Jadi pada waktu pendudukan Jepang ini A. F. Lasut dan Sunu Sumosusastro adalah merupakan staf orang Indonesia di Dinas Pertambangan di Bandung, dan memegang pimpinan dalam pengambil-alihan instansi ini pada waktu Jepang bertekuk-lutut dan terjadi proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945.

Mereka inilah yang berhasil menyelamatkan arsip dan buku2 geologi ke Jl Braga di Bandung Selatan, karena kantor Dinas Pertambangan di Jl. Diponegoro yang berada di Bandung Utara diduduki tentara Inggris/Belanda, kemudian dipindahkan secara berangsur ke Ciwidey, Tasikmalaya ke Magelang dan akhirnya ke Jogya sejalan dengan mundurnya tentara RI. Di antara arsip dan buku2 ini tidak termasuk manuskrip buku the Geology of Indonesia hasil karya van Bemmelen itu, yang merupakan cerita lain.

Pada waktu para ahli geologi dan insinyur pertambangan Belanda harus masukkamp interniran (kompleks tahanan perang), Van Bemmelen menitipkan naskah serta buku-bukunya itu pada orang yang sangat dipercayainya, seorang hoofd mantri opzichter (mantri ukur kepala) yaitu Djatikusumo untuk diselamatkan. Pada waktu Van Bemmelen yang telah dibebaskan dari tahanan meminta kembali titipannya ini, yang bersangkutan menolak dengan alasan sebagai seorang pejuang kemerdekaan ingin menyelamatkan arsip ini untuk kepentingan bangsa Indonesia , dan kemudian membawanya ke tempat asalnya yaitu Malang . Namun kemudian manuskrip dan arsip/buku lainnya dia serahkan ke Dinas Pertambangan yang sudah mengungsi ke Magelang dan kemudian ke Jogyakarta.

Pada waktu pemerintahan RI mengungsi ke Jogyakarta, maka dibentuk pula suatu Pusat Jawatan Geologi dan Pertambangan dibawah naungan Departement Kemakmuran di Magerang, yang dipimpin oleh A.F. Lasut (sebagai kepala) dan (Sunu Sumosusastro sebagai wakilnya). Selain itu juga didirikan beberapa sekolah untuk mendidik tenaga geologi dan pertambangan secara darurat pada Nopember 1946 yaitu:

  • Sekolah Geologi Pertambangan Pertama (SGPP, untuk pendidikan juruukur geologi
  • Sekolah Geologi Pertambangan Menengah (SGPM, untuk pendidikan juruukur geologi penilik)
  • SekolahGeologi Pertambangan Tinggi (SGPT), untuk pendidikan asisten geologi, dengan dosennya antara lain Sunu Sumosusastro (kepala sekolah) dan A.F. Lasut. N Lembaga pendidikan ini kemudian pindah ke Jogyakarta, dan nama SGPT berubah menjadi Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP).

Pada serangan agresi Belanda ke Jogya pada tahun 1948, A.F. Lasut selaku Kepala Jawatan Tambang dan Geologi diambil tentara Belanda dari rumahnya dan kemudian ditembak dipinggir jalan pada 7 Mei 1949 sebagai seorang pejuang kemerdekaan. Lembaga pendidikan ini berakhir dengan ujian akhir pada akhir tahun 1949 sehingga berlangsung hanya 1 angkatan saja. Di antara para lulusan pendidikan yang pertama dan terakhir ini adalah: M.M. Purbohadiwidjo, Djajadi Hadikusumo (kemudian pendiri IAGI), Harli Sumadiredja, R. Prajitno (Ketua IAGI yang ke-2), Surjo Ismangun, G.M Mohamad Slamet Padmokesumo, Mohamad Jasin Rachmat dan Sanjoto Soeseno dan Sumardi Umarkatab.

Sementara itu Bp Suroso, seorang ahli geologi praktek (autodidak) ex pegawai explorasi Shell/BPM juga mendirikan Sekolah Menengah Geologi di Jogyakarta. Yang akhirnya menjadi Jurusan Tehnik Geologi Universitas Gadjah Mada.

:( “Wah Pakdhe bagus dongengan Aki Koesoemadinata. Nanti sekalian minta dituliskan sejarah pembentukan IAGI donk”

Catatan: Saat ini sudah banyak Universitas dan Institute Negeri serta swasta yang menyelenggarakan pendidikan geologi diantaranya .

  • Medan
    • Institut Teknologi Medan (S1)
    • Institut Sains dan Teknologi Td Pardede (S1) 
  • Jakarta
    • Universitas Trisakti (S1)  
  • Cikarang, Kab Bekasi
    • Institut Teknologi Sains Bandung (S1)
  • Bogor
    • Universitas Pakuan (S1)
  • Bandung
    • Institut Teknologi Bandung (S1,S2,S3)
    • Universitas Padjadjaran (S1,S2,S3)
    • Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia (S1)
    • Politeknik Geologi dan Pertambangan AGP (D3) 
  • Purwokerto
    • Universitas Jenderal Soedirman (S1)
  • Semarang
    • Universitas Diponegoro (S1)
  • Yogyakarta
    • Universitas Gadjah Mada (S1,S2,S3)
    • Institut Sains dan Teknologi Akprind (S1)
    • Universitas Pembangunan Nasional Veteran(S1,S2)
    • Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (S1)
  • Surabaya
    • Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (S1)
  • Kutai Kartanegara
    • Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong (D3)
  • Makassar
    • Universitas Hasanuddin (S1)
  • Sorong
    • Universitas Victory Sorong (S1)
  • Manokwari
    • Universitas Negeri Papua (D3)
  • Jayapura
    • Universitas Sains Dan Teknologi Jayapura (S1)
    • Universitas Ottow Geissler Jayapura (S1)

Dan mungkin masih akan terus berkembang karena kebutuhan ahli geologi di tingkat kabupaten suatu saat nanti adalah sebuah keharusan karena untuk mengatur serta mengetahui kondisi geologi kabupaten masing-masing. Mengerti sumberdaya alamnya, sifat dan gejala kebencanaan, serta kebutuhan pemeliharaan lingkungan (Ekstraksi, Mitigasi, dan Kosnervasi)

Copyright by Dongeng Geologi : Rovicky Dwi Putrohari


Leave a comment

MENGENALI ENDAPAN SEBAGAI BAGIAN DARI CATATAN BENCANA DIMASA LALU

Banyak kejadian di bumi ini berulang. Satu pelajaran yang terbaik bagi manusia adalah pengalaman. Pengalaman akan memberikan pelajaran yang sudah semestinya menjadi bahan pengingat supaya sebuah kesuksesan untuk diulang kembali. Namun juga pengalaman buruk atau sebuah kesalahan atau kerugian tidak terulang kembali,

Namun ada kalanya sebuah kejadian itu perulangannya tidak terjadi dalam satu periode kehidupan. Kalau satu individu manusia hidup rata-rata terlama kira-kira hingga berumur 70-80 tahun, maka sebuah kejadian yang berulang setiap 100 tahun atau lebih seringkali tidak dapat diingat.

Cerita dan dongeng sebagai cara membagi pengalaman pada anak cucu.

Salah satu cara supaya tidak terulang pada anak-cucunya, manusia mengajarkan pengalaman hidupnya pada keturunannya supaya menjadi pembelajaran. Inilah salah satu upaya terbaik yaitu belajar sejarah.

Bagaimana bila sejarah yang tertulis oleh manusia sebelumnya belum pernah ada yang menuliskan, atau bahkan ketika masuk ke daerah baru yang belum pernah dihuni sebelumnya, manusia sulit mengenali lingkungan karena tidak ada yang memberitahu. Disinilah letak seorang ahli geologi untuk membaca rekaman-rekaman alam untuk mengenali lingkungannya.

Dibawah ini salah satu contoh bagaimana mengenali potensi bahaya bencana disekitar lingkungan hidup kita.

Alam juga ikut mencatat kejadian masa lalu.

Selain perlunya mengenali lingkungan berdasarkan atas peta topografi seperti yang dituliskan sebelumnya disini, maka mengenali endapan sedimen juga merupakan salah satu cara untuk mendapatkan bukti terjadinya bencana dimasa lalu.

Salah satu contoh mudah dibawah ini dibuat oleh Dr Salahudin, dosen UGM yang melihat adanya kejadian banjir bandang di Padang dimasa lalu.

:( “Wah alam juga membantu manusia mencatat kejadian masa lalu ya Pakdhe. Tapi untuk membaca catatannya kudu belajar geologi ya ?”

Catatan alam tentang terjadinya kejadian banjir bandang dimasa lalu. (sumber Salahuddin, dosen geologi ugm)

Endapan sungai biasanya berukuran pasir atau paling besar kerikil (kurang dari 4 cm). Namun dengan diketemukannya endapan dengan bongkahan boulder (besar), maka diyakini bahwa memang tempat ini dahulu pernah dilewati banjir bandang. Pengenalan dari peta yang ditulis disini sebelumnya juga menunjukkan hal yang sama.

Banyak sekali survey penelitian yang dilakukan oleh Jepang termasuk diantaranya melihat endapan-endapan di pinggir pantai yang diperkirakan dibentuk oleh proses gelombang tsunami.

Endapan tsunami dengan hasil penanggalan kapan terbentuknya

Penelitian endapan hasil proses gelombang tsunami masa lalu di Sendai ini juga sudah menghasilkan sebuah pemodelan bahwa daerah Sendai telah berulangkali mengalami terjangan tsunami.

Jadi selain perlu mengenali topografi atau bentang alam disebuah daerah coba kenali juga endapannya.

:( “Wah ini jangan-jangan yang dimaksudkan catatan amal baik-burukmanusia itu juga dicatat oleh Malaikat ya Pakdhe?”

 

 

Copyright by Dongeng Geologi : Rovicky Dwi Putrohari


Leave a comment

ADAKAH HUBUNGAN GEMPA DENGAN GERHANA ?

Fase-fase bulan

Gempa menjelang magrib tanggal 4 Juni 2012 yang terjadi diselatan Jawa yang menggetarkan Sukabumi hingga Jakarta bersamaan dengan gerhana bulan sebagian. Tentunya spekulasi menghubungkan gempa dengan gerhana menjadi perbincangan lagi. Diskusi dan perdebatan ini telah menjadi subyek perdebatan yang hebat selama bertahun-tahun.

:( “Lah hiya Pakdhe. Saya mau sholat Magrib jadi batal mendingan lari. Lah kan menyelamatkan diri dulu kan wajib, Pakdhe ?”

 

Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa gempa bumi disebabkan oleh perubahan stres akibat deformasi karena gerakan lempeng litosfer bumi.

USGS memperkirakan besarnya gempa ini MW5.8 dengan kedalaman 80Km. Itulah sebabnya tidak terasa besar dampak goyangnya. Hasil momen tensornya menunjukkan gempa akibat gesekan zona subduksi kerak australia yang menunjam dibawah Pulau Jawa.

Pada saat gerhana, pasang laut memiliki tingkat kenaikan pasang-surut yang optimum, karena posisi bulan matahari dan bumi yang segaris. ini yang akan mempengaruhi gaya-gaya yang berlaku pada batuan (kerak). Namun, tarikan gravitasi bulan dan matahari diperkirakan tidak menimbulkan deformasi elastis dari bumi yang solid mirip dengan pasang surut laut. Jenis deformasi memang reversibel (dapat diulang, karena sifat elastisitas mirip seperti karet). Setelah gaya tidak lagi diterapkan, objek kembali ke bentuk aslinya. Pasang surut Bumi juga memiliki baik (14 hari) diurnal (12-jam) dan dua mingguan periode.

Graphic on how the Moon and Sun affect the tidesGerhana selalu terjadi bila bulan bumi dan matahari dalam posisi segaris. Dimana saat itu akan terjadi pasang naik-surut yang optimum.

Selain itu, pasang surut laut yang seolah-olah telah melakukan bongkar muat diatas kerak bumi sebagai perubahan tinggi permukaan laut. Namun diperkirakan tekanan akibat pasang surut Bumi hanya ~ 4 kPa, trerlalu kecil bila dibandingkan dari gaya akibat gerakan lempeng tektonik.

Gagasan bahwa pasang surut bumi dapat mempengaruhi aktivitas gempa bumi telah ada selama lebih dari 100 tahun, tetapi meskipun ini hubungan antara peningkatan aktivitas gempa bumi dan pasang surut maksimum belum jelas ditunjukkan.

Adakah korelasi antara pasang surut Bumi dan terjadinya gempa?

Beberapa penelitian melaporkan tidak ada korelasi antara gelombang bumi dan terjadinya gempa bumi, misalnya Kennedy et al, 2004..

Penelitian lain melaporkan korelasi positif kecil, misalnya Kasahara, 2002.

Gempa bumi terjadi ketika stres pada patahan melebihi ambang batas kritis untuk pecah sebuah patahan Hal ini juga diketahui bahwa penerapan stres tambahan ke sistem sesar yang dekat dengan kegagalan dapat memulai pecah dan menghasilkan gempa (jerami yang mematahkan punggung unta).

Ada kemungkinan bahwa pengangkatan akibat pasang surut bumi dapat mengurangi tekanan normal yang mempengaruhi  patahan secara bersamaan. Beberapa penelitian terbaru oleh Metivier dkk. (2009) menyajikan bukti untuk ini.

Namun, bahkan jika ada hubungan statistik antara pasang surut Bumi dan aktivitas gempa bumi, itu tidak benar-benar membantu dalam hal prediksi gempa, karena kita tidak memiliki cara untuk mengukur besaran gaya pada zona patahan.

Pada saat terjadinya supermoon, tarikan gravitasi bulan pada bulan perigeepun tidak cukup memiliki perbedaan gaya tarik yang besar dibandingkan dengan waktu lain secara signifikan, sehingga tidak mampu mengubah ketinggian pasang surut yang memicu gempa bumi.

:( “Wah pakdhe, kelamaan di Malesa trus bahasa Indonesianya kaco ! Jadi sebenernya ada hubungannya atau tidak sih ?”

Hubungan korelasi pasangsurut dan terjadinya gempa.

Secara ilmiah hanya diketahui hubungan korelasionalnya seperti diatas ini, artinya memang banyak kejadian gempa yang bersamaan dengan pasut. Tetapi tidak setiap pasut terjadi gempa. Gejala ini tidak dapat dipakai sebagai metode untuk meramalkan. Hanya untuk kewaspadaan.

Mirip seperti longsoran terjadi bila musim hujan, ini benar kan ? Tetapi apakah setiap hujan menyebabkan longsor ? Tentu tidak dan hingga kinipun hujan tetap tidak dipakai sebagai pertanda atau ramalan bakalan longsor. Hanya meningkatkan kewaspadaan saja.

Demikian juga gerhana yang terjadi pada saat pasut optimum, tidak dapat dipakai sebagai ramalan gempa.

Masih penasaran ?

Coba baca-baca tulisan dan paper ilmiahnya disini :

  • Cochran et al. 2004. Earth Tides Can Trigger Shallow Thrust Fault Earthquakes, Science, 306, 5699, 1164–1166.
  • Kasahara. 2002. Tides, Earthquakes, and Volcanoes, Science 297, 348
  • Kennedy et al. 2004. Earthquakes and the Moon: Syzygy Predictions Fail the Test, Seismological Research Letters, 75, 5
  • Metivier et al. 2009. Evidence of earthquake triggering by the solid earth tides, Earth and Planetary Science Letters 278 (2009) 370–375
  • Tanaka. 2010. Tidal triggering of earthquakes precursory to the recent Sumatra megathrust earthquakes of 26 December 2004 (Mw 9.0), 28 March 2005 (Mw 8.6), and 12 September 2007 (Mw 8.5), Geophysical Research Letters, 37, L02301

 

Copyright From : Dongeng Geologi ( Rovicky Putrohari )


Leave a comment

SESAR CIMANDIRI MENGGOYANG BOGOR

Gempa Bogor yang terjadi pada hari Minggu dini hari (9/9/2012) pukul 01:27:15 WIB tanggal Gempabumi 4,5 SR telah mengguncang wilayah Bogor dan Sukabumi.

Pusat gempabumi berada di darat yaitu sekitar 31 km Barat Daya Kab.Bogor kedalaman 10 km. Gempa dangkal ini  telah menimbulkan ratusan rumah rusak. Goyangan gempa dirasakan selama 15 detik dengan keras. Hasil pendataan BPBD dan tim di lapangan hingga pukul 19.00 WIB tercatat 458 rumah rusak. Di Bogor total 341 rumah rusak yaitu terdiri 54 rumah rusak berat (RB ), 69 rusak sedang (RS) dan 213 rusak ringan (RR). Sedangkan di Sukabumi total 117 rumah rusak yang terdiri 2 R B dan 115 RR.

Gempa dangkal dengan kedalaman 10 Km ini diperkirakan merupakan gempa akibat sesar Cimandiri. Sesar atau patahan Cimandiri ini memanjang dari barat laut ke timur laut seperti terlihat dibawah ini.

Tiga patahan yang sering dibicarakan selain Sesar Lembang dan juga ada Sesar Baribis

 

Patahan-patahan yang mebelah Pulau Jawa ini dapat dibaca disini : Patahan Mebelah Pulau Jawa

Di JAwa ini paling tidak ada 3 patahan yang perlu diperhatikan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tiga patahan gempa tersebut adalah patahan Lembang yang bertemu dengan Cimandiri di Cisarua, Lembang, Jawa Barat. Sedangkan patahan Cimandiri membentang hingga Baribis yang menyambung hingga Cilacap.

Saat ini, peneliti Sesar Lembang sudah dimulai namun baru sampai pada pengumpulan data historis kegempaan. Baik dengan catatan sejarah maupun catatan alam dengan menggunakan penggalian (trenching) di dekat zona sesar. Bahkan para ahli masih belum sepakat jenis sesar apa tepatnya Sesar Lembang itu.

 

Copyright by Dongeng Geologi : Rovicky Dwi Putrohari


Leave a comment

JEJAK PERJALANAN TEKTONIK LEMPENG HINDIA

                               Ninety East Ridge dan Investigator Ridge

Ada sebuah punggungan gunung ditengah laut yang disebut  90 East Ridge (juga diterjemahkan sebagai Ninetyeast Ridge, 90E Ridge atau 90 ° E Ridge) adalah, selama ini dikenal sebagai sebuah sebuah lintasan aseismic, namun saat ini kita lihat bagaimana lintasan ini juga menunjukkan adanya gempa (seismik), isinya diperkirakan untaian atau mata rantai gunung bawah laut di Samudera Hindia dan adalah nama yang diperkirakan paralel dengan meridian 90 Bujur Timur . Punggungan ini memiliki panjang sekitar 5.000 kilometer (3.100 mil) dan dapat ditelusuri topografi dari Teluk Benggala ke selatan ke arah Tenggara India Ridge (Seir), meskipun gambaran pelurusan ini terus ke utara di mana ia bersembunyi di bawah sedimen dari Kipas Bengal (Bengal Fan). Punggung bukit terbentang antara garis lintang 33 ° S dan 17 ° N dan memiliki lebar rata-rata 200 km !

Jejak perjalanan Plate India sejak 71 Juta tahun yang lalu

Punggungan ini terbentuk akibat adanya jejak-jejak pergerakan kerak India (Indian Plate) yang bergerak dari selatan ke utara sejak 71 juta tahun yang lalu. Tentusaja di dekat ridge ini dulunya banyak sekali gempa. Mirip juga dengan Investigator Ridge disebalah Timurnya yang sering menyebabkan gempa besar di tengah laut.

Copyright From : Dongeng Geologi (Rovicky Putrohari)


Leave a comment

WELLSITE GEOLOGI

Ruang lingkup pekerjaan wellsite geology itu sangat luas, tapi dalam postingan saya yang ini cuma membahas pekerjaan wellsite geology dalam petroleum industry walaupun dalam dunia pertambangan juga ada bagian-bagian pekerjaan yang terdapat seperti di Petroleum industry. Karena di pertambangan pun tidak sedikit yang menggunakan pemboran dalam mengeksplorasi sumber mineral yang ada. Pekerjaan seorang  wellsite  geology  adalah  sangat  penting,  terutama sekali  dalam  pengeboran  suatu  sumur.  Seorang  wellsite  geology bertugas  untuk memastikan  bahwa  pekerjaan  berlangsung  dengan  baik,  baik  itu  coring, cementing ataupun logging dan meng-counter adanya pay-zone dan interval of interest. Selain itu wellsite geology  diharapkan dapat melakukan suatu interpretasi  terhadap  data  yang  didapat  selama  pengeboran  berlangsung, sehingga pengeboran berlangsung dengan baik.

                   Nah setelah tahu ruang lingkup perkerjaan wellsite geology saya sebagai geologist awam ingin mencoba menjelaskan tugasnya masing-masing seperti yang sudah di jelaskan di atas. Dari mulai deskripsi cutting sampai coring  Saya mau memulai dari deskripsi/ analisis cutting, Cutting merupakan material hasil hancuran batuan oleh mata bor atau bit yang  dibawa  oleh lumpur pemboran ke permukaan. Dari cutting, seorang wellsite geology dapat membuat catatan berisi profil litologi vertikal sesuai dengan kedalamannya dan deskripsi  masing-masing batuan. Profil litologi dibuat sesuai dengan ketentuan yang standar dan umumnya diberi kode. Demikian juga deskripsi harus berdasarkan format yang sudah  standar. Selanjutnya catatan tersebut akan dibandingkan dengan well log atau drill time log. Perjalanan    cutting    sejak    penetrasi    mata    bor    sampai    permukaan membutuhkan waktu minimal 1 menit atau paling lama 60 menit, tetapi umumnya 15-45 menit. Waktu ini disebut lag time. Lag time ini merupakan fungsi dari kedalaman, volume Lumpur dan kecepatan pemompaan. Cutting keluar dari lubang bor berupa hancuran-hancuran yang tertutup lumpur (muddy mass) dan pengamatan pertama yang sangat penting adalah mengetahui   keberadaan   minyak  di  dalam  cutting  karena  cutting  baru melepaskan  tekanan  ikatnya  (coating  pressure)  sehingga  minyak  dapat keluar  dari  cutting,  jadi   merupakan   waktu  yang  tepat  untuk  melihat keberadaan minyak dari cutting. Cutting dikumpulkan menurut tiap interval tertentu, misalnya tiap 10 feet.   Sampel   yang  baru  dibersihkan  dan  masih  basah  disampaikan  ke wellsite geology.  Cutting   harus  dibersihkan  dulu  baru  dideskripsi,  kemudian dikeringkan sebelum ditempatkan pada tempat yang permanen.

                 Seorang wellsite geology yang akan   mendeskripsikan   cutting   harus   menggunakan prosedur yang standar. Kebanyakan perusahaan memiliki prosedur tersendiri. Prosedur yang umum dipakai sebagai berikut:

1.    Nama umum batuan – digarisbawahi dan diikuti oleh nama batuan yang lebih detail

2.    Warna

3.    Tekstur meliputi ukuran butir, roundness, dan sortasi

4.    Materi penyusun semen/matriks

5.    Fosil dan asesoris

6.    Tipe bedding

7.    Porositas dan kenampakannya

8.    Hal-hal lain yang penting, seperti odor

9.    Petunjuk minyak atau gas (oil/gas show) seperti oil cut

Contoh deskripsi yang di dapat dari salah satu wellsite geology pada hasil deskripsi cutting yang merupakan ruang lingkup wellsite geology:

Sandstone:  lithic  arkose,  merah,  ukuran  butir  sedang,  sortasi  buruk, kebundaran  buruk/subangular,  semen  kalsit,  tidak  ada  fosil,  laminasi minor, porositas intergranular, tidak ada cut

Selain mendeskripsi dari analisa cutting, wellsite geology juga menganalisa  data coring yang di ambil. Coring  memberikan   sampel   dengan   kualitas   yang   tinggi   dengan melakukan   pengukuran   langsung   terhadap   batuan   dan   formasi.   Core memberi informasi geology dan teknik (engineering), dan analisisnya akan memberikan keuntungan dalam pengembangan lapangan.

Terdapat berbagi macam sistem coring. Sistem yang digunakan akan bergantung    pada    tujuan    yang    ingin    dicapai    dan    juga    keterbatasan- keterbatasan dari formasi dan keadaan pemboran.

–    Continuous coring

–    Uncontinuous coring

Kira-kira seperti itulah tugas wellsite geology di lapangan, tapi ruang lingkup tersebut berdasarkan seorang wellsite geology. namun pada wellsite geology juga ada yang bertugas menjadi seorang mud logging, artinya seorang wellsite geology tidak hanya mendeskripsikan cutting dan corring. Berdasarkan info yang saya dapat dari salah satu teman saya yang sudah bekerja pada sumur pemboran, mudlogger, mud engineer saling cross job sesuai schedule yang telah di tentukan manager eksploration.

dikutip dari : http://geologyguobloki.blogspot.com/2010/03/wellsite-geology.html


Leave a comment

SEQUENCE STRATIGRAFI

Udah lama ga nulis blog lagi..gara2 banyak laporan jadi blog dilupain deh..semoga postingan kali ini bisa bermanfaat..walaupun repost (soalnya lg ga punya ide buat nulis)

 

 

 

STRATIGRAFI: •Cabang ilmu geologi yang khusus membahas tentang pemerian dan klasifikasi suatu tubuh batuan terutama batuan sedimen serta korelasinya dengan tubuh batuan yang lain.

MAKSUD : •Pemerian secara obyektif dan lengkap dari komponen penyusun tubuh batuan, baik secara vertikal maupun secara lateral. •Penentuan jenis dan macam hubungan antar komponen.

TUJUAN : •Rekonstruksi proses, pengaruh kondisi organis dan anorganis, tempat, serta perkembangannya dalam:    •-ruang : Paleogeografi    •-waktu : sejarah geologi.

Asas stratigrafi :   •uniformitarianism   •horizontality   •superposisi   •cross cutting relationship   •principle of faunal succession

Stratigrafi analisis meliputi: •penerapan prinsip stratigrafi untuk analisa cekungan, yaitu:    studi facies    sequen stratigrafi    sedimentary tectonic    basin evalution

Sequence Stratigrafi dibedakan berdasar :

-content, sifat, dan ciri fisik:   •lithostratigraphic   •lithodemic   •magnetostratigraphic   •biostratigraphic   •pedostratigraphic   •allostratigraphic

-dibedakan berdasar umur:   •geologic time   •chronostratigraphic   •geochronologic   •diachronic   •geochronometric   •polarity chronologic   •polarity chronostratigraphic

Pelacakan secara Lateral : -transverse outcrop mapping -profil lintasan (sayatan, peta geologi) -pemetaan kompas dan langkah jadi pelacakan lateral untuk tempat yang sempit yang memiliki singkapan yang penting.

Pelacakan secara Vertikal: -measured section (MS) -transverse mapping -structural section -drawing local column

FACIES : Aspek fisik, kimia, biologi, dari kenampakan tubuh batuan sedimen dalam suatu kesamaan waktu. Bidang kesamaan waktu dicerminkan oleh bidang perlapisan. Bidang perlapisan ditunjukkan oleh: – perbedaan ukuram butir – perbedaan komposisi mineral – perbedaan tekstur dan struktur Bidang perlapisan terjadi karena loncatan energi pengendapan. Jika melakukan sampling sebaiknya diambil pada bidang perlapisannya.

LINGKUNGAN PENGENDAPAN : Bagian dari permukaan bumi yang secara fisik, kimia, biologi dapat dipisahkan dari bagian yang lain.

FACIES PENGENDAPAN : Suatu massa batuan sedimen yang dapat disendirikan dan dipisahkan dari massa batuan lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba, dan kandungan fosilnya.

Penggunaan istilah lain Facies: Pengertian secara observasional yang tepat terhadap produk batuan. Misal: Sandstone facies, limestone facies, marl facies. Pengertian lingkungan. Misal : fluvial facies, shallow marine facies. Pengertian pembentukan batuan secara genetik. Misal : turbidite facies, contourite facies. Tecnofacies. Misal : post orogenic facies, mollase facies. Interpretasi lingkungan pengendapan harus menggunakan beberapa kenampakan : -struktur sedimen. -analisa ukuran butir -fosil (body maupun trace fosil) -vertical sequence untuk hubungan lateral -geometri, penyebaran, dan litologi

NON DEPOSITIONAL HIATUS: Suatu selang waktu dimana tidak ada pengendapan.

SETTLING VELOCITY : -Dalam energi arus tertentu hanya akan didapatkan satu macam ukuran butir berdasarkan stream capacity. -Ukuran butir menunjukkan tingkat abrasi—mengarah pada media transportasi. -Ukuran butir mengarah pada energi pengendapan— ukuran butir besar maka energi pengendapannya besar. -Komposisi mineral mengarah pada provenance— mengarah pada tectonic sedimentasi.

Geometri facies sedimenter ditentukan oleh: -Predepositional topography geomorfologi dari lingkungan pengendapan, misalnya fan—delta, deep marine. -Post depositional history sedimen yang diendapkan menjadi obyek dari beberapa proses (diagenesa, kontinuitas deposisi, deformasi tektonik, erosi). -Suatu geometri tertentu dapat dihasilkan dari beberapa lingkungan yang berbeda, misalnya channel—fluvial, deltaic, tidal, submarine. Fan—alluvial, deltaic, deep marine. -Geometri ditentukan atas dasar facies mapping (surface: MS, subsurface:seimic, well). -Geometri perlu diketahui untuk paleoslope, facies trend.

SIKLISITAS SEDIMENTASI : -Autocyclic—faktor penentunya adalah faktor intern, misalnya channel migration, bar migration.contoh: pada meander -Allocyclic—faktor penentunya adalah faktor ekstern, misalnya perubahan iklim, perubahan eustacy, tektonik.contoh: pada delta

DIAGENESA BATUAN : -kompaksi, batuan yang mengalami kompaksi karena tekanan dan suhu dari lapisan lapisan di atasnya -desilasi—keluarnya air dari pori -sementasi—adanya aliran fluida dari tempat lain yang dapat menyebabkan adanya penyemenan di antara butir -rekristalisasi

AMALGAMASI: -Penumpukan dari waktu ke waktu pada facies yang sama. -Penumpukan sesuatu yang selalu lengkap kemungkinan besar adalah Allocyclic. -Autociclyc dapat terjadi tanpa adanya perubahan sea level, yaitu pada perubahan gradien karena arus sungai yang memotong.

SORTING IMAGES: -sangat baik <0,35 -baik 0,35-0,5 -buruk 0,5-1 -sangat buruk >2 Makin pendek distribusi frekuensi suatu ukuran butir maka makin baik sortasinya.

Mineralogy maturity: -quarzt banyak—mature -feldspar : caisic felds—anortit (Ca) Felsic felds—albit (Na) Pothas felds—K felds

Teknik Sedimentasi : -Quartz sandstone—stabil -Arkose—stabil ada fault -Graywacke—tidak stabil -Sub graywacke—tidak stabil Batugamping—stabil, terjadi jika tidak ada influk sedimen yang kuat dari darat.

STRUKTUR SEDIMEN: -Primer—inorganik dan organik (trace fosil) -Sekunder—diagenetic strukur -Struktur sedimen merupakan pencerminan proses yang terjadi pada lingkungan pengendapan, jarang ada struktur sedimen yang secara khas mencerminkan suatu lingkungan. Urutan struktur sedimen baru bersifat diagnostik.

Hukum STOKES : -Energi tertentu menghasilkan butiran yang tertentu. -Fosil dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan jika: -Insitu. Fosil yang reworked biasanya ada isian dan oksida besinya. -Fosil planktik dan bentik dipisahkan dengan cara diberi larutan yang berat, maka fosil bentik akan tenggelam.

ENERGI LEVEL: -Flow cond’n —open fabrik dan closed fabirk. -Angularity—policyclicity.

Yang harus dilakukan untuk menjelaskan hubungan dalam model stratigrafi: 1.cari data sebanyak-banyaknya 2.tentukan data-data mana yang sama 3.jika model tersebut ternyata dapat dipakai, maka model tersebut dapat digunakan dalam perubahan-perubahan, bail secara vertikal maupun lateral.

BED: -unit stratigrafi yang terkecil, batasnya adalah I cm dan identik dengan genetik unit. -Satu genetik unit tidak terbatas pada ketebalannya. -Pada suatu perlapisan jika: *bagian atas yang hilang— truncated facies *bagian bawah yang hilang—base cut out facies *keduanya yang hilang — kombinasi base cut out dan truncated facies. *Dengan mengetahui hal di atas maka dapat diketahui apakah pengendapannya proximal (dekat) atau distal (jauh), dan juga dapat ditunjukkan kemenerusan prosesnya.

MODEL : Suatu usaha untuk membuat fakta-fakta yang tidak lengkap menjadi lengkap.

FACIES MODEL : Urutan-urutan yang ideal dari komponen-komponen facies (terutana litologi dan struktur sedimen) yang menunjukkan keaslian lingkungannya.

STREAM CAPACITY: Kemampuan arus air atau angin untuk mentransport butiran yang ditekankan pada jumlahnya pada setiap unit waktu.

STREAM COMPETENCY: Kemampuan arus air atau angin untuk mentransport butiran dengan ukuran tertentu tergantung pada kepatannya.

GUNA FACIES MODEL : -sebagai norma -sebagai kerangka dasar untuk observasi berikutnya -dipakai sebagai prediktor -sebagai basis untuk menjelaskan interpretasi hidrodinamika

FLYSCH: Struktur sedimen yang merupakan perulangan dari kasar-halus-kasar-halus-kasar dan seterusnya. Faktor pengontrol sedimentasi : -subsidence -eustacy -sedimen suplay -climate

PROGRADASI : Garis pantai bergeser ke arah laut.

SEDIMEN ACCOMODATION: -Ruangan yang tersedia untuk sedimen untuk dapat terakumulasi. -Di dalam equilibrium profile semua sedimen dalam keadaan bypassing atau bergerak. -Jika equilibrium profile berada di bawah profile sungai maka akan terjadi erosi. -Jika equilibrium profile di atas profile sungai maka akan terjadi pengendapan.

WATER DEPTH: kedalaman antara permukaan laut dengan muka sedimen.

COMPACTION : -Adanya perubahan dasar karena sedimen termampatkan hingga seakan-akan ada sea level rise (->subsidence). -Subsidence karena kompaksi termasuk autocyclic. -Kemungkinan akomodasi: D, E, S konstan –progradasi—regresi D >, E, S konstan — progradasi—regresi D >, E konstan, S < —constan shore line D >, E >, S konstan— constan shore line D <, E, S, konstan— trangresi D >, E >>, S konstan— trangresi D konstan, E konstan, S << — starved basin Yang dapat terjadi pada coastal plane adalah lagoon, delta plain, beach.

FLUVIAL INCISION: -Proses pemotongan profil. -Relative sea level rise tidak akan merubah equilibrium. -Relative sea level drop dapat merubah equilibrium. -faktor-faktor yang mempengaruhi equilibrium profil: -tektonik -relative sea level drop -discharge stream >>>—erosi, <<< — deposisi -sedimen load <<< — erosi, >>> — deposisi -Proses fluvial incision akan menghasilkan incised valley. -Pada saat penurunan air laut besarnya erosi akan sangat tergantung dari sudut kemiringan equilibrium profile dan sudut kemiringan subsurface. -Beda allocyclic karena tektonik dengan karena relative sea level drop: -Tektonik—fluvial incision akan menipis ke arah base level -RSL drop— fluvial incision akan menebal ke arah base level

COASTAL PLAIN : dataran dimana coastal sedimen akan mengendap. influk sedimen > relative sea level rise — agradasi fluvial.

EQUILIBRIUM POINT: titik sepanjang suatu profil pengendapan dimana kecepatan perubahan eustacy sama dengan kecepatan subsidence/uplift.

RELATIVE SEA LEVEL RISE: Kenaikan posisi muka laut dibandingkan dengan permukaan daratan.

RELATIVE SEA LEVEL DROP: -Penurunan posisi muka laut dibandingkan dengan permukaan daratan. -Perubahan facies yang secara genetically dicirikan oleh sdsnys struktur yang gradasional berarti tidak ada perubahan lingkungan pengendapan, contoh : de;ta fluvial berhubungan dengan mud marine meskipun ada bidang erosi. -Mud dan shale ada hubungan secara genetik. -Batugamping dan breksi tidak ada hubungan secara genetik.

ISOCHRONOUS : kesamaan waktu.

SEQUENCE : suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit. Ciri-ciri sequence boundary : -membatasi lapisan dari atas dan bawahnya. -terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun). -mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi. -selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi. -batasc sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

AGRADASIONAL : stacking pattern dimana parasequence yang progresif lebih muda sudah diedapkan satu di atas yag lainnya tanpa adanya pergeseran lateral yang berarti apakah ke arah daratan atau ke arah cekungan. Stacking pattern ini terjadi apabila kecepatan accomodation kira-kira sama dengan kecepatan pengendapan.

BACKSTEPPING : adalah stacking pattern dimana setiap parasequence yang progresif lebih muda sudah diendapkan lebih jauh ke arah daratan. Walaupun parasequence individu ini prograde dan mendangkal ke arah atas, tetapi suatu backsteeping stacking pattern secara menyeluruh lebih dalam ke arah atas. Backsteeping stacking pattern terjadi apabila kecepatan accomodasi lebih besar daripada kecepatan pengendapan. Istilah retrogradasional biasa digunakan sebagai pengganti backsteeping, namun retrogradasional menunjukkan : •mundurnya garis pantai akibat erosi. •progradasional ke arah daratan. Karena itu retrogradasional tidak sama dengan backsteeping.

SYSTEM TRACT : terdiri dari seluruh sistem-sistem yang sama umurnya yang terjadi berdekatan satu sama lain, dan diendapkan selama suatu segmen sea level curve yang tertentu. Didefinisikanberdasarkan : •parasequence dan parasequence set stacking patterns. •stratal geometry dari bidang-bidang batasnya. •posisinya di dalam suatu sequence. Macam system tract : a. LOWSTAND SYSTEM TRACT (LST) : terdiri dari endapan-endapan yang lebih tua pada type I depositional sequence. LST dibatasi pada base-nya oleh type I sequence boundary dan pada top-nya oleh transgressive surface. Dalam suatu cekungan yang dicirikan oleh suatu shelf break, lowstand syatem tract ini bisa terdiri dari tiga unit, yaitu : basin-floor fan, slope fan, lowstand prograding wedge. Pada suatu daerah yang miring dimana kemiringan lerengnya rendah, maka suatu lowstand prograding yangrelatif tipis akan menyusun keseluruhan lowstand system tract. LST diendapkan selama penurunan suatu permukn laut relatif pada awal suatu kenaikan permukaan laut relatif.

Basin -floor fan : konotasi sequence stratigrafi : adalah bagian awal dari LST yang dicirikan oleh pengendapan submarine-fan yang kaya akan pasir di dasar cekungan atau dekat base dari lereng bawah. Basin-floor fan diendapkan selama penurunan permukaan laut relatif yang berkaitan dengan erosi dan valley incision (penorehan lembah) di laut dangkal dan tidak mempunyai endapan yang kronostratigrafisnya sama di laut dangkal itu. Base dari Basin-floor fan adalah type I sequence boundary, dan top-nya adalah suatu bidang dimana lapisan atasnya downlap. Basin-floor fan dicirikan pada penampang seismik oleh suatu bentuk mound yang downlap kedua arah, dan pada well log oleh blocky pattern-nya yang terletak langsung di atas sequence boundary. Konotasi fisiografis : adalah suatu system pengendapan submarine fan yang relatif kecil tetapi kaya akan pasir pada atau dekat suatu dasar slope. Di suatu tepi kontinen yang tidak teratur, basin-floor fan biasanya terbatas pada daerah sekitar intraslope basins atau pada mulut submarine canyons. Sedimen yangkaya akan pasir ini dierosi dari endapan-endapan non marine, laut dangkal, atau tepi laut dangkal selama fase awal suatu penurunan permukaan laut relatif.

Slope Fan Konotasi sequence : adalah suatu bagian dari LST yang dicirikan terutama oleh pengendapan turbidit dan debries flow pada lereng/slope bawah dan dasar cekungan selama suatu penurunan permukaan laut relatif. Slope fan menunjukkan downlap diatas basin-floor fan atau sequence boundary, dan sebaliknya lowstand prograding wedgw mwnunjukkan downlap ke atas slope fan. Slope fan dapat dikenali pada penampang seismik dengan adanya ciri hummocky dan atau mounded yang dalam kasus idealnya menentukan channel-levee complex dengan bentuk sayap burung. Cirinya pada well log biasanya berbentuk cressentic (bulan sabit), walaupun satuan ini kelihatannya merupakan pasir-pasir yang sangat bervariasi ketebalannya dalam suatu latar belakang mud yang bisa menghasilkan ciri log yang lain. Konotasi fisiografis : Slope fan systm adalah lebih besar dan lebih luas penyebaranya daripada basin-floor fan system, dan menunjukkan onlap diatas lower slope ketika perkembangannya memotong basin floor . Fasies reservoir pada slope fan system yang terutama adalah sandy turbidites apakah di dalam channel complexes atau jauh pada splay di ujung channel. Lowstand Prograding Wedge atau Lowstand Prograding Complex Konotasi Sequence : bagian terakhir dari lowstand system tract yang dicirikan oleh progradasional sampai agradasional parasequence yang menbentuk pembajian sedimen ke rah basin yaitu pada shlefbreak, dan incised valley fill pada shelf dan slope atas. Lowstand prograding wedgw dan incised valley fill diendapkan selama suatu penurunan terakhir permukaan laut sampai awal kenaikan permukaan laut relatif. Lowstand prograding wedgw terletak diatas slope fan system, kadang-kadang dengan suatu condensed section sekunder yang berkembang baik pada top dari slope fan, dan ditutupi oleh transgresive system tract. Lowstand prograding wedgw mwningkat dari endapan-endapan fluvial, shoreline dan laut dangkalpada bagian atasnya sampai serpih hemipelagis dan dalam kasus tertentu sampai shingled turbidites didekat tepi bagian bawahnya. Lowstand prograding wedge dikenali pada penampang seismik dengan adanya agradasional offlap ke arah laut dari shelfbreak dan pada well log dengan adanya coarsening upward pattern yang menunjukkan pola pendangkalan ke atas.

Incised valley fill : adalah endapan satu-satunya di dalam lowstand system tract yang terbentuk ke arah daratan dari tepi shelf. Incised valley biasanya berassosiasi dengan Tipe I sequence boundary. Incised valley utama dikenali pada penampang seismik dengan adanya sequence di bawahnya yang menunjukkan erosional truncation dan adanya internal onlap, dimana incised valley berskala kecil hanya bisa dikenali dengan adanya tempat-tempat seumur yang sedikit menebal. Ciri-ciri log dari endapan valley fill adalah bervariasi, tetapi bisa menunjukkan suatu coarsening tiba-tiba diatas bidang erosi.

Konotasi fisiografis : banyak dari suatu lowstand peograding wedge ini membentuk suatu prisma kearah laut dari shelfbreak dari sequence di bawahnya.

b. TRANSGRESIVE SYSTEM TRACT : adalah middle systen tract pada suatu sequence pengendapan yang ideal. TST ini dibatasi pada baselinenya oleh trasngresive surface dan pada topnya oleh maximum flooding surface. TST terdiri dari back steeping parasequences. Parasequences yang progresive lebih muda menjadi lebih tipis dan menunjukkan fasies air yang lebih dalam. Endapan-endapan dari system tract ini menyelimuti shelf, mengisi setiap topografi residual yang berassosiasi dengan incised valley. Biasanya TST menunjukkan oalap diatas sequence boundary dalam suatu arah menuju daratan dari shelf break. TST diendapkan selama suatu penaikan relatif permukaan laut. Hal itu dikenali pada well log dengan pola finning upward

c. HIGHSTAND SYSTEM TRACT : terdiri dari strata yang lebih muda di dalam suatu depositional sequence dan biuasanya tersebar luas pada daerah shelf. HST dibatasi pada baseline-nya oleh maximum flooding surface dan pada topnya oleh suatu sequence boundary. Ke arah daratan dari shelfbreak, HST ini meningkat agradasional parasequence menjadi progradasional parasequence, dengan parasequences yang progresif lebih muda yang menunjukkan fasies air yang lebih dangkal, sedagkan dalam basin, terutama terdiri dari suatu condensed section. HST menunjukkan onlap ke sequence boundary dibawahnya dengan arah ke daratan, dan menunjukkan downlap ke top dari TST dengan arah basin. HST juga dicirikan oleh oleh toplap dan erosional truncation dibawah sequence boundary yang menutupinya. HST diendapkan selama akhir suatu penaikan relatif muka laut sampai tahap awal penurunan relatif muka laut. Pada penampang seismik, awal HST dicirikan terutama oleh progradasional offlap, sedangkan akhir HST dicirikan oleh oblique offlap. Pada well log dicirikan adanya coarsening-upward pattern.

d. SHELf MARGIN SYSTEM TRACT : terdiri dari endapan-endapan yang lebih tua pada suatu tipe I depositional sequence. SMST meningkat dari progradasional parasequence menjadi agradasional parasequence yang makin bertambah. Batas bawahnya adalah tipe II sequence boundary yang relatif selaras dengan suatu unconformity yang terbentuk ke arah daratan dimana SMST-nya membaji, dan batas atasnya adalah transgresive surface. Perlapisan SMST menunjukkan onlap ke sequence boundary yang berarah ke basin. SMST diendapkan selama akhir suatu penurunan relatif muka laut sampai suatu penaikan muka laut yang kecepatannya bertambah secara progresif. Pada penampang seismik SMST dicirikan oleh agradasional offlap.

CONDENSED SECTION : adalah fasies marine yang tipis, yang terdiri dari endapan-endapan pelagis sampao hemipelagis, yang menunjukkan adanya sat kebutuhan akan sedimen detritus di dalam cekungan pengendapan. Condensed section ini paling sering diendapkan di middle-outer shlef, slope, dan basin floor di dalam transgresive system tract dan highstand systen tract selama jangka waktu penaikan permukaan relatif dan transgresi garis pantai maksimum. Biasanya, condebsed cestion ini dikenali dengan satu atau lebih ciri-ciri berikut : •Kumpulan mikrofosil plankton dan benton dalam jumlah melimpah dan bermacam-macam. •adanya zona burrowing tipis secara lateral tersebar kontinue. •bahan-bahan organik marin dan bentonis yang melimpah. •adanya konsentrasi mineral autogenik seperti gloukonit, fosfat dan siderit. •adanya pengembangan karbonat yang keras pada dasar section. Condensed section sekunder diendapkan diatas basin-floor fan dan slope fan.

CONFORMITY : adalah bidang kronostratigrafi yang memisahkan perlapisan yang lebih muda dari perlapisan yang lebih tua dimana tidak ada tanda erosi (subareal atau submarine) atau hiatus yang jelas.

CORRELATIVE CONFORMITY : adalah suatu keselarasan yang kronostratigrafinya lateral ekuivalen dengan suatu unconformity.

UNCONFORMITY : adalah bidang kronostratigrafi yang memisahkan perlapisan yang lebih muda dengan yang lebih tua sepanjang mana ada tanda erosi atau nondeposisi yang menunjukkan suatu hioatus yang jelas. Unconformity bisa dikenali dengan adanya terminasi (seperti onlap, toplap), yaitu suatu gap dalam urutan biostratigrafi, atau suatu fasies disconformity. Periode erosi dan nondeposisi terjadi pada setiap penurunan permukaan laut global, yang menghasilkan interregional unconformities.

HIATUS : adalah suatu break atau interupsi pada kontinuitas rekor geologi yang disbabkan oleh nondeposisi, sediment bypassing, atau erosi. Bidang yang terbentuk selama suatu waktu ini disebut sebagai bidag hiatus atau unconformitu.

BYPASSING : adalah pengangkutan sedimen yang melalui daerah nondeposisi.

RAVINEMENT SURFACE : adalah suatu bidang dari erosi submarine dangkal yang disebabkan oleh gaya gelombang yang berassosiasi dengan penaikan permukaan laut. Butiran-butiran yang halus tersaring dan butiran yang kasar akan tertinggal sebagai lag pada bidang erosi.

SEQUENCE BOUNDARY : adalah unconformity dan conformitynya yang terjadi selama jangka waktu penurunan relatif permukaan laut.

TYPE I SEQUENCE BOUNDARY : yaitu suatu regional unconformity yang terbentuk ketika permukaan eustacy turun dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan basin, yang menyingkap shelf ke erosi subareal. Biasanya permukaan laut turun sampai suatu titik di dekat shlefbreak atau kearah laut dari shlefbreak.

TYPE II SEQUENCE BOUNDARY : terbentuk ketika cekungan menurun dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan turunnya permukaan laut pada depositional shoreline break.

TOP BASIN-FLOOR FAN SURFACE : adalah batas basin floor fan dibawahnya dengan slope fan dan lowstand prograding wedge diatasnya. Slope fan dan lowstand prograding wedge menunjukkan downlap ke atas top basin floor fan surface.

TOP SLOPE FAN SURFACE : adalah batas antara slope fan dibawahnya dengan lowstand prograding wedge menunjukkan downlap ke atas top slope fan surface. Top slope fan surface bisa menunjukkan downlap ke atas basin -floor fan atau ke atas sequence boundary ke arah laut dan menunjukkan onlap ke atas top dari depositional sequence ke arah daratan yang terletak di bawahnya.

MARINE FLOODING SURFACE : adalah permukaan pada top parasequences yang biasanya dicirikan oleh suatu pendalaman tiba-tiba ketika permukaan laut naik dengan cepat. Batas ini biasanya memisahkan facies air dangkal atau facies nonmarine yang terletak di bawahnya dengan fasies air lebih dalam yang terletak diatasnya.

TRANSGRESIVE SURFACE : adalah flooding surface penting pertama yang terbentuk setelah jangka waktu regresi maksimum pada top daro lowstand system tract. Dalam skala regional TS memisahkan parasequence progradational atau agradational lowstand systrm tract yang terletak di bawahnya dengan parasequence backsteeping transgresive system tract yang terletak diatasnya. TS berassosiasi dengan suatu fasies discontinuity yang dicirikan oleh pendalaman tiba-tiba yang meotong bidang batas. TS berupa erosi pada shlef yang reliefnya sampai beberapa meter seperti pada ravinement surface, dan bisa juga berassosiasi dengan pbble lags dan burrowing. Penggabungan TS dengan sequence boundary dalam suatu arah ke daratan akan menghasilkan TST mengendap langsung diatas endapan-endapan HST yang terletak di bawahnya.

Maximum flooding surface = marine flooding surface yg tebentuk pd awaktu transgresi maksimum, MFS membentuk top transgressive system trcts dan memisahkan backstepping para sequnces yg ada di bawahnya dgn progradasional parasekuensis yg terletak di atasnya. Prograding klinoform dari HST yg menutupinya menunjukkan down lap ke atas MFS, yg terjadi dianatara condensed section.

Depositional Shoreline break = fisiografik break pd shelf ke arah daratan dimana dasar laut berada pd atau dekat base level dgn sedikit atau tanpa pengendapan, dan ke arah laut dimana sedimentasi terjadi.

Shelf break = fisiografi break pd shelf yg ditandai oleh suatu perubahan pd slope dri shelf landai bersudut kecil ke arah daratan dari shelf break samnpai slope curam yg bersudut lebih besar ke arah laut dari shelf break. Kedalamnya <50 m – >500 m.

Bayline = titik yg memisahkan sedimentasi fluvial dgn sedimentasi paralis atau delta plain, bisa terdapat pd shoreline atau ke arah darat dari shoreline.

->Sequence : suatu urutan perlapisan batuan yang relatif selaras dan mempunyai hubungan secara genetis, dibatasi oleh ketidakselarasan atau keselarasannya yang sebanding.

->Batas sequence : suatu bidang yang membatasi suatu sikuen pengendapan, biasanya berupa ketidakselarasan, yaitu suatu permukaan perlapisan batuan yang memisahkan lapisan batuan muda dengan lapisan batuan yang lebih tua, dimana diji\umpai bukti erosi dengan indikasi suatu hiatus yang berarti.

->System tracks : urutan satuan stratigrafi yang relatif selaras dan mempunyai umur yang sama, yang menyusun suatu sikuen pengendapan, terdiri atas parasequence dan parasequence set.

->Parasequence : urutan relatif selaras dari lapisan batuan yang saling berhubungan secara genetis, dibatasi oleh marine flooding surface dan permukaan korelatifnya.

->Parasequence set : urutan relatif selaras dari parasequence yang berhubungan secara genetis membentuk stacking pattern yang jelas, dibatasi oleh marine flooding surface dan permukaan korelatifnya

->Marine flooding surface : suatu permukaan yang memisahkan lapisan yang muda dari lapisan yang lebih tua, dan memperlihatkan bukti adanya penambahan kedalaman air secara tiba2.

->Stacking pattern : ragam gambaran parasequence dan parasequence set yang progresive lebih muda berlapis satu diatas yang lainnya.

->Hiatus : suatu break atau interupsi pada kontinuitas record geologi yang disebabkan oleh non deposisi, sediment bypassing atau erosi. Bidang yang terbentuk selama kurun waktu ini disebut sebagai bidang hiatus atau unconformity.

->Depositional shore break : posisi pada shelf dimana ke arah daratan permukaan pengendapan berada pada/dekat denga base level, dan ke arah lautan permukaan pengendapan berada dibawah base level.

->Parasequence set retrogradasional : transgresi : V pasokan sedimen < pembentukan accomodation space : garis pantai bergerak ke arah daratan

->Parasequence set progradasional : regresi : V pasokan sedimen > pembentukan accomodation space : garis pantai bergerak ke arah cekungan

->Parasequence set agradasional : stationery shoreline (tetap) : V pasokan sedimen = pembentukan accomodation space : garis pantai tetap

->Analisa stratigraf : struktur sedimen, analisa ukuran butir, fosil, vertical sequence lateral relationship, geometri distribution of lithology

 

Penulis : Sri Bihastuti Rachmawati – Geofisika Reservoir UI