geologi

semua tentang geologi dan ilmu pendukung nya


Leave a comment

WELLSITE GEOLOGI

Ruang lingkup pekerjaan wellsite geology itu sangat luas, tapi dalam postingan saya yang ini cuma membahas pekerjaan wellsite geology dalam petroleum industry walaupun dalam dunia pertambangan juga ada bagian-bagian pekerjaan yang terdapat seperti di Petroleum industry. Karena di pertambangan pun tidak sedikit yang menggunakan pemboran dalam mengeksplorasi sumber mineral yang ada. Pekerjaan seorang  wellsite  geology  adalah  sangat  penting,  terutama sekali  dalam  pengeboran  suatu  sumur.  Seorang  wellsite  geology bertugas  untuk memastikan  bahwa  pekerjaan  berlangsung  dengan  baik,  baik  itu  coring, cementing ataupun logging dan meng-counter adanya pay-zone dan interval of interest. Selain itu wellsite geology  diharapkan dapat melakukan suatu interpretasi  terhadap  data  yang  didapat  selama  pengeboran  berlangsung, sehingga pengeboran berlangsung dengan baik.

                   Nah setelah tahu ruang lingkup perkerjaan wellsite geology saya sebagai geologist awam ingin mencoba menjelaskan tugasnya masing-masing seperti yang sudah di jelaskan di atas. Dari mulai deskripsi cutting sampai coring  Saya mau memulai dari deskripsi/ analisis cutting, Cutting merupakan material hasil hancuran batuan oleh mata bor atau bit yang  dibawa  oleh lumpur pemboran ke permukaan. Dari cutting, seorang wellsite geology dapat membuat catatan berisi profil litologi vertikal sesuai dengan kedalamannya dan deskripsi  masing-masing batuan. Profil litologi dibuat sesuai dengan ketentuan yang standar dan umumnya diberi kode. Demikian juga deskripsi harus berdasarkan format yang sudah  standar. Selanjutnya catatan tersebut akan dibandingkan dengan well log atau drill time log. Perjalanan    cutting    sejak    penetrasi    mata    bor    sampai    permukaan membutuhkan waktu minimal 1 menit atau paling lama 60 menit, tetapi umumnya 15-45 menit. Waktu ini disebut lag time. Lag time ini merupakan fungsi dari kedalaman, volume Lumpur dan kecepatan pemompaan. Cutting keluar dari lubang bor berupa hancuran-hancuran yang tertutup lumpur (muddy mass) dan pengamatan pertama yang sangat penting adalah mengetahui   keberadaan   minyak  di  dalam  cutting  karena  cutting  baru melepaskan  tekanan  ikatnya  (coating  pressure)  sehingga  minyak  dapat keluar  dari  cutting,  jadi   merupakan   waktu  yang  tepat  untuk  melihat keberadaan minyak dari cutting. Cutting dikumpulkan menurut tiap interval tertentu, misalnya tiap 10 feet.   Sampel   yang  baru  dibersihkan  dan  masih  basah  disampaikan  ke wellsite geology.  Cutting   harus  dibersihkan  dulu  baru  dideskripsi,  kemudian dikeringkan sebelum ditempatkan pada tempat yang permanen.

                 Seorang wellsite geology yang akan   mendeskripsikan   cutting   harus   menggunakan prosedur yang standar. Kebanyakan perusahaan memiliki prosedur tersendiri. Prosedur yang umum dipakai sebagai berikut:

1.    Nama umum batuan – digarisbawahi dan diikuti oleh nama batuan yang lebih detail

2.    Warna

3.    Tekstur meliputi ukuran butir, roundness, dan sortasi

4.    Materi penyusun semen/matriks

5.    Fosil dan asesoris

6.    Tipe bedding

7.    Porositas dan kenampakannya

8.    Hal-hal lain yang penting, seperti odor

9.    Petunjuk minyak atau gas (oil/gas show) seperti oil cut

Contoh deskripsi yang di dapat dari salah satu wellsite geology pada hasil deskripsi cutting yang merupakan ruang lingkup wellsite geology:

Sandstone:  lithic  arkose,  merah,  ukuran  butir  sedang,  sortasi  buruk, kebundaran  buruk/subangular,  semen  kalsit,  tidak  ada  fosil,  laminasi minor, porositas intergranular, tidak ada cut

Selain mendeskripsi dari analisa cutting, wellsite geology juga menganalisa  data coring yang di ambil. Coring  memberikan   sampel   dengan   kualitas   yang   tinggi   dengan melakukan   pengukuran   langsung   terhadap   batuan   dan   formasi.   Core memberi informasi geology dan teknik (engineering), dan analisisnya akan memberikan keuntungan dalam pengembangan lapangan.

Terdapat berbagi macam sistem coring. Sistem yang digunakan akan bergantung    pada    tujuan    yang    ingin    dicapai    dan    juga    keterbatasan- keterbatasan dari formasi dan keadaan pemboran.

–    Continuous coring

–    Uncontinuous coring

Kira-kira seperti itulah tugas wellsite geology di lapangan, tapi ruang lingkup tersebut berdasarkan seorang wellsite geology. namun pada wellsite geology juga ada yang bertugas menjadi seorang mud logging, artinya seorang wellsite geology tidak hanya mendeskripsikan cutting dan corring. Berdasarkan info yang saya dapat dari salah satu teman saya yang sudah bekerja pada sumur pemboran, mudlogger, mud engineer saling cross job sesuai schedule yang telah di tentukan manager eksploration.

dikutip dari : http://geologyguobloki.blogspot.com/2010/03/wellsite-geology.html


Leave a comment

SEQUENCE STRATIGRAFI

Udah lama ga nulis blog lagi..gara2 banyak laporan jadi blog dilupain deh..semoga postingan kali ini bisa bermanfaat..walaupun repost (soalnya lg ga punya ide buat nulis)

 

 

 

STRATIGRAFI: •Cabang ilmu geologi yang khusus membahas tentang pemerian dan klasifikasi suatu tubuh batuan terutama batuan sedimen serta korelasinya dengan tubuh batuan yang lain.

MAKSUD : •Pemerian secara obyektif dan lengkap dari komponen penyusun tubuh batuan, baik secara vertikal maupun secara lateral. •Penentuan jenis dan macam hubungan antar komponen.

TUJUAN : •Rekonstruksi proses, pengaruh kondisi organis dan anorganis, tempat, serta perkembangannya dalam:    •-ruang : Paleogeografi    •-waktu : sejarah geologi.

Asas stratigrafi :   •uniformitarianism   •horizontality   •superposisi   •cross cutting relationship   •principle of faunal succession

Stratigrafi analisis meliputi: •penerapan prinsip stratigrafi untuk analisa cekungan, yaitu:    studi facies    sequen stratigrafi    sedimentary tectonic    basin evalution

Sequence Stratigrafi dibedakan berdasar :

-content, sifat, dan ciri fisik:   •lithostratigraphic   •lithodemic   •magnetostratigraphic   •biostratigraphic   •pedostratigraphic   •allostratigraphic

-dibedakan berdasar umur:   •geologic time   •chronostratigraphic   •geochronologic   •diachronic   •geochronometric   •polarity chronologic   •polarity chronostratigraphic

Pelacakan secara Lateral : -transverse outcrop mapping -profil lintasan (sayatan, peta geologi) -pemetaan kompas dan langkah jadi pelacakan lateral untuk tempat yang sempit yang memiliki singkapan yang penting.

Pelacakan secara Vertikal: -measured section (MS) -transverse mapping -structural section -drawing local column

FACIES : Aspek fisik, kimia, biologi, dari kenampakan tubuh batuan sedimen dalam suatu kesamaan waktu. Bidang kesamaan waktu dicerminkan oleh bidang perlapisan. Bidang perlapisan ditunjukkan oleh: – perbedaan ukuram butir – perbedaan komposisi mineral – perbedaan tekstur dan struktur Bidang perlapisan terjadi karena loncatan energi pengendapan. Jika melakukan sampling sebaiknya diambil pada bidang perlapisannya.

LINGKUNGAN PENGENDAPAN : Bagian dari permukaan bumi yang secara fisik, kimia, biologi dapat dipisahkan dari bagian yang lain.

FACIES PENGENDAPAN : Suatu massa batuan sedimen yang dapat disendirikan dan dipisahkan dari massa batuan lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba, dan kandungan fosilnya.

Penggunaan istilah lain Facies: Pengertian secara observasional yang tepat terhadap produk batuan. Misal: Sandstone facies, limestone facies, marl facies. Pengertian lingkungan. Misal : fluvial facies, shallow marine facies. Pengertian pembentukan batuan secara genetik. Misal : turbidite facies, contourite facies. Tecnofacies. Misal : post orogenic facies, mollase facies. Interpretasi lingkungan pengendapan harus menggunakan beberapa kenampakan : -struktur sedimen. -analisa ukuran butir -fosil (body maupun trace fosil) -vertical sequence untuk hubungan lateral -geometri, penyebaran, dan litologi

NON DEPOSITIONAL HIATUS: Suatu selang waktu dimana tidak ada pengendapan.

SETTLING VELOCITY : -Dalam energi arus tertentu hanya akan didapatkan satu macam ukuran butir berdasarkan stream capacity. -Ukuran butir menunjukkan tingkat abrasi—mengarah pada media transportasi. -Ukuran butir mengarah pada energi pengendapan— ukuran butir besar maka energi pengendapannya besar. -Komposisi mineral mengarah pada provenance— mengarah pada tectonic sedimentasi.

Geometri facies sedimenter ditentukan oleh: -Predepositional topography geomorfologi dari lingkungan pengendapan, misalnya fan—delta, deep marine. -Post depositional history sedimen yang diendapkan menjadi obyek dari beberapa proses (diagenesa, kontinuitas deposisi, deformasi tektonik, erosi). -Suatu geometri tertentu dapat dihasilkan dari beberapa lingkungan yang berbeda, misalnya channel—fluvial, deltaic, tidal, submarine. Fan—alluvial, deltaic, deep marine. -Geometri ditentukan atas dasar facies mapping (surface: MS, subsurface:seimic, well). -Geometri perlu diketahui untuk paleoslope, facies trend.

SIKLISITAS SEDIMENTASI : -Autocyclic—faktor penentunya adalah faktor intern, misalnya channel migration, bar migration.contoh: pada meander -Allocyclic—faktor penentunya adalah faktor ekstern, misalnya perubahan iklim, perubahan eustacy, tektonik.contoh: pada delta

DIAGENESA BATUAN : -kompaksi, batuan yang mengalami kompaksi karena tekanan dan suhu dari lapisan lapisan di atasnya -desilasi—keluarnya air dari pori -sementasi—adanya aliran fluida dari tempat lain yang dapat menyebabkan adanya penyemenan di antara butir -rekristalisasi

AMALGAMASI: -Penumpukan dari waktu ke waktu pada facies yang sama. -Penumpukan sesuatu yang selalu lengkap kemungkinan besar adalah Allocyclic. -Autociclyc dapat terjadi tanpa adanya perubahan sea level, yaitu pada perubahan gradien karena arus sungai yang memotong.

SORTING IMAGES: -sangat baik <0,35 -baik 0,35-0,5 -buruk 0,5-1 -sangat buruk >2 Makin pendek distribusi frekuensi suatu ukuran butir maka makin baik sortasinya.

Mineralogy maturity: -quarzt banyak—mature -feldspar : caisic felds—anortit (Ca) Felsic felds—albit (Na) Pothas felds—K felds

Teknik Sedimentasi : -Quartz sandstone—stabil -Arkose—stabil ada fault -Graywacke—tidak stabil -Sub graywacke—tidak stabil Batugamping—stabil, terjadi jika tidak ada influk sedimen yang kuat dari darat.

STRUKTUR SEDIMEN: -Primer—inorganik dan organik (trace fosil) -Sekunder—diagenetic strukur -Struktur sedimen merupakan pencerminan proses yang terjadi pada lingkungan pengendapan, jarang ada struktur sedimen yang secara khas mencerminkan suatu lingkungan. Urutan struktur sedimen baru bersifat diagnostik.

Hukum STOKES : -Energi tertentu menghasilkan butiran yang tertentu. -Fosil dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan jika: -Insitu. Fosil yang reworked biasanya ada isian dan oksida besinya. -Fosil planktik dan bentik dipisahkan dengan cara diberi larutan yang berat, maka fosil bentik akan tenggelam.

ENERGI LEVEL: -Flow cond’n —open fabrik dan closed fabirk. -Angularity—policyclicity.

Yang harus dilakukan untuk menjelaskan hubungan dalam model stratigrafi: 1.cari data sebanyak-banyaknya 2.tentukan data-data mana yang sama 3.jika model tersebut ternyata dapat dipakai, maka model tersebut dapat digunakan dalam perubahan-perubahan, bail secara vertikal maupun lateral.

BED: -unit stratigrafi yang terkecil, batasnya adalah I cm dan identik dengan genetik unit. -Satu genetik unit tidak terbatas pada ketebalannya. -Pada suatu perlapisan jika: *bagian atas yang hilang— truncated facies *bagian bawah yang hilang—base cut out facies *keduanya yang hilang — kombinasi base cut out dan truncated facies. *Dengan mengetahui hal di atas maka dapat diketahui apakah pengendapannya proximal (dekat) atau distal (jauh), dan juga dapat ditunjukkan kemenerusan prosesnya.

MODEL : Suatu usaha untuk membuat fakta-fakta yang tidak lengkap menjadi lengkap.

FACIES MODEL : Urutan-urutan yang ideal dari komponen-komponen facies (terutana litologi dan struktur sedimen) yang menunjukkan keaslian lingkungannya.

STREAM CAPACITY: Kemampuan arus air atau angin untuk mentransport butiran yang ditekankan pada jumlahnya pada setiap unit waktu.

STREAM COMPETENCY: Kemampuan arus air atau angin untuk mentransport butiran dengan ukuran tertentu tergantung pada kepatannya.

GUNA FACIES MODEL : -sebagai norma -sebagai kerangka dasar untuk observasi berikutnya -dipakai sebagai prediktor -sebagai basis untuk menjelaskan interpretasi hidrodinamika

FLYSCH: Struktur sedimen yang merupakan perulangan dari kasar-halus-kasar-halus-kasar dan seterusnya. Faktor pengontrol sedimentasi : -subsidence -eustacy -sedimen suplay -climate

PROGRADASI : Garis pantai bergeser ke arah laut.

SEDIMEN ACCOMODATION: -Ruangan yang tersedia untuk sedimen untuk dapat terakumulasi. -Di dalam equilibrium profile semua sedimen dalam keadaan bypassing atau bergerak. -Jika equilibrium profile berada di bawah profile sungai maka akan terjadi erosi. -Jika equilibrium profile di atas profile sungai maka akan terjadi pengendapan.

WATER DEPTH: kedalaman antara permukaan laut dengan muka sedimen.

COMPACTION : -Adanya perubahan dasar karena sedimen termampatkan hingga seakan-akan ada sea level rise (->subsidence). -Subsidence karena kompaksi termasuk autocyclic. -Kemungkinan akomodasi: D, E, S konstan –progradasi—regresi D >, E, S konstan — progradasi—regresi D >, E konstan, S < —constan shore line D >, E >, S konstan— constan shore line D <, E, S, konstan— trangresi D >, E >>, S konstan— trangresi D konstan, E konstan, S << — starved basin Yang dapat terjadi pada coastal plane adalah lagoon, delta plain, beach.

FLUVIAL INCISION: -Proses pemotongan profil. -Relative sea level rise tidak akan merubah equilibrium. -Relative sea level drop dapat merubah equilibrium. -faktor-faktor yang mempengaruhi equilibrium profil: -tektonik -relative sea level drop -discharge stream >>>—erosi, <<< — deposisi -sedimen load <<< — erosi, >>> — deposisi -Proses fluvial incision akan menghasilkan incised valley. -Pada saat penurunan air laut besarnya erosi akan sangat tergantung dari sudut kemiringan equilibrium profile dan sudut kemiringan subsurface. -Beda allocyclic karena tektonik dengan karena relative sea level drop: -Tektonik—fluvial incision akan menipis ke arah base level -RSL drop— fluvial incision akan menebal ke arah base level

COASTAL PLAIN : dataran dimana coastal sedimen akan mengendap. influk sedimen > relative sea level rise — agradasi fluvial.

EQUILIBRIUM POINT: titik sepanjang suatu profil pengendapan dimana kecepatan perubahan eustacy sama dengan kecepatan subsidence/uplift.

RELATIVE SEA LEVEL RISE: Kenaikan posisi muka laut dibandingkan dengan permukaan daratan.

RELATIVE SEA LEVEL DROP: -Penurunan posisi muka laut dibandingkan dengan permukaan daratan. -Perubahan facies yang secara genetically dicirikan oleh sdsnys struktur yang gradasional berarti tidak ada perubahan lingkungan pengendapan, contoh : de;ta fluvial berhubungan dengan mud marine meskipun ada bidang erosi. -Mud dan shale ada hubungan secara genetik. -Batugamping dan breksi tidak ada hubungan secara genetik.

ISOCHRONOUS : kesamaan waktu.

SEQUENCE : suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit. Ciri-ciri sequence boundary : -membatasi lapisan dari atas dan bawahnya. -terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun). -mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi. -selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi. -batasc sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

AGRADASIONAL : stacking pattern dimana parasequence yang progresif lebih muda sudah diedapkan satu di atas yag lainnya tanpa adanya pergeseran lateral yang berarti apakah ke arah daratan atau ke arah cekungan. Stacking pattern ini terjadi apabila kecepatan accomodation kira-kira sama dengan kecepatan pengendapan.

BACKSTEPPING : adalah stacking pattern dimana setiap parasequence yang progresif lebih muda sudah diendapkan lebih jauh ke arah daratan. Walaupun parasequence individu ini prograde dan mendangkal ke arah atas, tetapi suatu backsteeping stacking pattern secara menyeluruh lebih dalam ke arah atas. Backsteeping stacking pattern terjadi apabila kecepatan accomodasi lebih besar daripada kecepatan pengendapan. Istilah retrogradasional biasa digunakan sebagai pengganti backsteeping, namun retrogradasional menunjukkan : •mundurnya garis pantai akibat erosi. •progradasional ke arah daratan. Karena itu retrogradasional tidak sama dengan backsteeping.

SYSTEM TRACT : terdiri dari seluruh sistem-sistem yang sama umurnya yang terjadi berdekatan satu sama lain, dan diendapkan selama suatu segmen sea level curve yang tertentu. Didefinisikanberdasarkan : •parasequence dan parasequence set stacking patterns. •stratal geometry dari bidang-bidang batasnya. •posisinya di dalam suatu sequence. Macam system tract : a. LOWSTAND SYSTEM TRACT (LST) : terdiri dari endapan-endapan yang lebih tua pada type I depositional sequence. LST dibatasi pada base-nya oleh type I sequence boundary dan pada top-nya oleh transgressive surface. Dalam suatu cekungan yang dicirikan oleh suatu shelf break, lowstand syatem tract ini bisa terdiri dari tiga unit, yaitu : basin-floor fan, slope fan, lowstand prograding wedge. Pada suatu daerah yang miring dimana kemiringan lerengnya rendah, maka suatu lowstand prograding yangrelatif tipis akan menyusun keseluruhan lowstand system tract. LST diendapkan selama penurunan suatu permukn laut relatif pada awal suatu kenaikan permukaan laut relatif.

Basin -floor fan : konotasi sequence stratigrafi : adalah bagian awal dari LST yang dicirikan oleh pengendapan submarine-fan yang kaya akan pasir di dasar cekungan atau dekat base dari lereng bawah. Basin-floor fan diendapkan selama penurunan permukaan laut relatif yang berkaitan dengan erosi dan valley incision (penorehan lembah) di laut dangkal dan tidak mempunyai endapan yang kronostratigrafisnya sama di laut dangkal itu. Base dari Basin-floor fan adalah type I sequence boundary, dan top-nya adalah suatu bidang dimana lapisan atasnya downlap. Basin-floor fan dicirikan pada penampang seismik oleh suatu bentuk mound yang downlap kedua arah, dan pada well log oleh blocky pattern-nya yang terletak langsung di atas sequence boundary. Konotasi fisiografis : adalah suatu system pengendapan submarine fan yang relatif kecil tetapi kaya akan pasir pada atau dekat suatu dasar slope. Di suatu tepi kontinen yang tidak teratur, basin-floor fan biasanya terbatas pada daerah sekitar intraslope basins atau pada mulut submarine canyons. Sedimen yangkaya akan pasir ini dierosi dari endapan-endapan non marine, laut dangkal, atau tepi laut dangkal selama fase awal suatu penurunan permukaan laut relatif.

Slope Fan Konotasi sequence : adalah suatu bagian dari LST yang dicirikan terutama oleh pengendapan turbidit dan debries flow pada lereng/slope bawah dan dasar cekungan selama suatu penurunan permukaan laut relatif. Slope fan menunjukkan downlap diatas basin-floor fan atau sequence boundary, dan sebaliknya lowstand prograding wedgw mwnunjukkan downlap ke atas slope fan. Slope fan dapat dikenali pada penampang seismik dengan adanya ciri hummocky dan atau mounded yang dalam kasus idealnya menentukan channel-levee complex dengan bentuk sayap burung. Cirinya pada well log biasanya berbentuk cressentic (bulan sabit), walaupun satuan ini kelihatannya merupakan pasir-pasir yang sangat bervariasi ketebalannya dalam suatu latar belakang mud yang bisa menghasilkan ciri log yang lain. Konotasi fisiografis : Slope fan systm adalah lebih besar dan lebih luas penyebaranya daripada basin-floor fan system, dan menunjukkan onlap diatas lower slope ketika perkembangannya memotong basin floor . Fasies reservoir pada slope fan system yang terutama adalah sandy turbidites apakah di dalam channel complexes atau jauh pada splay di ujung channel. Lowstand Prograding Wedge atau Lowstand Prograding Complex Konotasi Sequence : bagian terakhir dari lowstand system tract yang dicirikan oleh progradasional sampai agradasional parasequence yang menbentuk pembajian sedimen ke rah basin yaitu pada shlefbreak, dan incised valley fill pada shelf dan slope atas. Lowstand prograding wedgw dan incised valley fill diendapkan selama suatu penurunan terakhir permukaan laut sampai awal kenaikan permukaan laut relatif. Lowstand prograding wedgw terletak diatas slope fan system, kadang-kadang dengan suatu condensed section sekunder yang berkembang baik pada top dari slope fan, dan ditutupi oleh transgresive system tract. Lowstand prograding wedgw mwningkat dari endapan-endapan fluvial, shoreline dan laut dangkalpada bagian atasnya sampai serpih hemipelagis dan dalam kasus tertentu sampai shingled turbidites didekat tepi bagian bawahnya. Lowstand prograding wedge dikenali pada penampang seismik dengan adanya agradasional offlap ke arah laut dari shelfbreak dan pada well log dengan adanya coarsening upward pattern yang menunjukkan pola pendangkalan ke atas.

Incised valley fill : adalah endapan satu-satunya di dalam lowstand system tract yang terbentuk ke arah daratan dari tepi shelf. Incised valley biasanya berassosiasi dengan Tipe I sequence boundary. Incised valley utama dikenali pada penampang seismik dengan adanya sequence di bawahnya yang menunjukkan erosional truncation dan adanya internal onlap, dimana incised valley berskala kecil hanya bisa dikenali dengan adanya tempat-tempat seumur yang sedikit menebal. Ciri-ciri log dari endapan valley fill adalah bervariasi, tetapi bisa menunjukkan suatu coarsening tiba-tiba diatas bidang erosi.

Konotasi fisiografis : banyak dari suatu lowstand peograding wedge ini membentuk suatu prisma kearah laut dari shelfbreak dari sequence di bawahnya.

b. TRANSGRESIVE SYSTEM TRACT : adalah middle systen tract pada suatu sequence pengendapan yang ideal. TST ini dibatasi pada baselinenya oleh trasngresive surface dan pada topnya oleh maximum flooding surface. TST terdiri dari back steeping parasequences. Parasequences yang progresive lebih muda menjadi lebih tipis dan menunjukkan fasies air yang lebih dalam. Endapan-endapan dari system tract ini menyelimuti shelf, mengisi setiap topografi residual yang berassosiasi dengan incised valley. Biasanya TST menunjukkan oalap diatas sequence boundary dalam suatu arah menuju daratan dari shelf break. TST diendapkan selama suatu penaikan relatif permukaan laut. Hal itu dikenali pada well log dengan pola finning upward

c. HIGHSTAND SYSTEM TRACT : terdiri dari strata yang lebih muda di dalam suatu depositional sequence dan biuasanya tersebar luas pada daerah shelf. HST dibatasi pada baseline-nya oleh maximum flooding surface dan pada topnya oleh suatu sequence boundary. Ke arah daratan dari shelfbreak, HST ini meningkat agradasional parasequence menjadi progradasional parasequence, dengan parasequences yang progresif lebih muda yang menunjukkan fasies air yang lebih dangkal, sedagkan dalam basin, terutama terdiri dari suatu condensed section. HST menunjukkan onlap ke sequence boundary dibawahnya dengan arah ke daratan, dan menunjukkan downlap ke top dari TST dengan arah basin. HST juga dicirikan oleh oleh toplap dan erosional truncation dibawah sequence boundary yang menutupinya. HST diendapkan selama akhir suatu penaikan relatif muka laut sampai tahap awal penurunan relatif muka laut. Pada penampang seismik, awal HST dicirikan terutama oleh progradasional offlap, sedangkan akhir HST dicirikan oleh oblique offlap. Pada well log dicirikan adanya coarsening-upward pattern.

d. SHELf MARGIN SYSTEM TRACT : terdiri dari endapan-endapan yang lebih tua pada suatu tipe I depositional sequence. SMST meningkat dari progradasional parasequence menjadi agradasional parasequence yang makin bertambah. Batas bawahnya adalah tipe II sequence boundary yang relatif selaras dengan suatu unconformity yang terbentuk ke arah daratan dimana SMST-nya membaji, dan batas atasnya adalah transgresive surface. Perlapisan SMST menunjukkan onlap ke sequence boundary yang berarah ke basin. SMST diendapkan selama akhir suatu penurunan relatif muka laut sampai suatu penaikan muka laut yang kecepatannya bertambah secara progresif. Pada penampang seismik SMST dicirikan oleh agradasional offlap.

CONDENSED SECTION : adalah fasies marine yang tipis, yang terdiri dari endapan-endapan pelagis sampao hemipelagis, yang menunjukkan adanya sat kebutuhan akan sedimen detritus di dalam cekungan pengendapan. Condensed section ini paling sering diendapkan di middle-outer shlef, slope, dan basin floor di dalam transgresive system tract dan highstand systen tract selama jangka waktu penaikan permukaan relatif dan transgresi garis pantai maksimum. Biasanya, condebsed cestion ini dikenali dengan satu atau lebih ciri-ciri berikut : •Kumpulan mikrofosil plankton dan benton dalam jumlah melimpah dan bermacam-macam. •adanya zona burrowing tipis secara lateral tersebar kontinue. •bahan-bahan organik marin dan bentonis yang melimpah. •adanya konsentrasi mineral autogenik seperti gloukonit, fosfat dan siderit. •adanya pengembangan karbonat yang keras pada dasar section. Condensed section sekunder diendapkan diatas basin-floor fan dan slope fan.

CONFORMITY : adalah bidang kronostratigrafi yang memisahkan perlapisan yang lebih muda dari perlapisan yang lebih tua dimana tidak ada tanda erosi (subareal atau submarine) atau hiatus yang jelas.

CORRELATIVE CONFORMITY : adalah suatu keselarasan yang kronostratigrafinya lateral ekuivalen dengan suatu unconformity.

UNCONFORMITY : adalah bidang kronostratigrafi yang memisahkan perlapisan yang lebih muda dengan yang lebih tua sepanjang mana ada tanda erosi atau nondeposisi yang menunjukkan suatu hioatus yang jelas. Unconformity bisa dikenali dengan adanya terminasi (seperti onlap, toplap), yaitu suatu gap dalam urutan biostratigrafi, atau suatu fasies disconformity. Periode erosi dan nondeposisi terjadi pada setiap penurunan permukaan laut global, yang menghasilkan interregional unconformities.

HIATUS : adalah suatu break atau interupsi pada kontinuitas rekor geologi yang disbabkan oleh nondeposisi, sediment bypassing, atau erosi. Bidang yang terbentuk selama suatu waktu ini disebut sebagai bidag hiatus atau unconformitu.

BYPASSING : adalah pengangkutan sedimen yang melalui daerah nondeposisi.

RAVINEMENT SURFACE : adalah suatu bidang dari erosi submarine dangkal yang disebabkan oleh gaya gelombang yang berassosiasi dengan penaikan permukaan laut. Butiran-butiran yang halus tersaring dan butiran yang kasar akan tertinggal sebagai lag pada bidang erosi.

SEQUENCE BOUNDARY : adalah unconformity dan conformitynya yang terjadi selama jangka waktu penurunan relatif permukaan laut.

TYPE I SEQUENCE BOUNDARY : yaitu suatu regional unconformity yang terbentuk ketika permukaan eustacy turun dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan basin, yang menyingkap shelf ke erosi subareal. Biasanya permukaan laut turun sampai suatu titik di dekat shlefbreak atau kearah laut dari shlefbreak.

TYPE II SEQUENCE BOUNDARY : terbentuk ketika cekungan menurun dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan turunnya permukaan laut pada depositional shoreline break.

TOP BASIN-FLOOR FAN SURFACE : adalah batas basin floor fan dibawahnya dengan slope fan dan lowstand prograding wedge diatasnya. Slope fan dan lowstand prograding wedge menunjukkan downlap ke atas top basin floor fan surface.

TOP SLOPE FAN SURFACE : adalah batas antara slope fan dibawahnya dengan lowstand prograding wedge menunjukkan downlap ke atas top slope fan surface. Top slope fan surface bisa menunjukkan downlap ke atas basin -floor fan atau ke atas sequence boundary ke arah laut dan menunjukkan onlap ke atas top dari depositional sequence ke arah daratan yang terletak di bawahnya.

MARINE FLOODING SURFACE : adalah permukaan pada top parasequences yang biasanya dicirikan oleh suatu pendalaman tiba-tiba ketika permukaan laut naik dengan cepat. Batas ini biasanya memisahkan facies air dangkal atau facies nonmarine yang terletak di bawahnya dengan fasies air lebih dalam yang terletak diatasnya.

TRANSGRESIVE SURFACE : adalah flooding surface penting pertama yang terbentuk setelah jangka waktu regresi maksimum pada top daro lowstand system tract. Dalam skala regional TS memisahkan parasequence progradational atau agradational lowstand systrm tract yang terletak di bawahnya dengan parasequence backsteeping transgresive system tract yang terletak diatasnya. TS berassosiasi dengan suatu fasies discontinuity yang dicirikan oleh pendalaman tiba-tiba yang meotong bidang batas. TS berupa erosi pada shlef yang reliefnya sampai beberapa meter seperti pada ravinement surface, dan bisa juga berassosiasi dengan pbble lags dan burrowing. Penggabungan TS dengan sequence boundary dalam suatu arah ke daratan akan menghasilkan TST mengendap langsung diatas endapan-endapan HST yang terletak di bawahnya.

Maximum flooding surface = marine flooding surface yg tebentuk pd awaktu transgresi maksimum, MFS membentuk top transgressive system trcts dan memisahkan backstepping para sequnces yg ada di bawahnya dgn progradasional parasekuensis yg terletak di atasnya. Prograding klinoform dari HST yg menutupinya menunjukkan down lap ke atas MFS, yg terjadi dianatara condensed section.

Depositional Shoreline break = fisiografik break pd shelf ke arah daratan dimana dasar laut berada pd atau dekat base level dgn sedikit atau tanpa pengendapan, dan ke arah laut dimana sedimentasi terjadi.

Shelf break = fisiografi break pd shelf yg ditandai oleh suatu perubahan pd slope dri shelf landai bersudut kecil ke arah daratan dari shelf break samnpai slope curam yg bersudut lebih besar ke arah laut dari shelf break. Kedalamnya <50 m – >500 m.

Bayline = titik yg memisahkan sedimentasi fluvial dgn sedimentasi paralis atau delta plain, bisa terdapat pd shoreline atau ke arah darat dari shoreline.

->Sequence : suatu urutan perlapisan batuan yang relatif selaras dan mempunyai hubungan secara genetis, dibatasi oleh ketidakselarasan atau keselarasannya yang sebanding.

->Batas sequence : suatu bidang yang membatasi suatu sikuen pengendapan, biasanya berupa ketidakselarasan, yaitu suatu permukaan perlapisan batuan yang memisahkan lapisan batuan muda dengan lapisan batuan yang lebih tua, dimana diji\umpai bukti erosi dengan indikasi suatu hiatus yang berarti.

->System tracks : urutan satuan stratigrafi yang relatif selaras dan mempunyai umur yang sama, yang menyusun suatu sikuen pengendapan, terdiri atas parasequence dan parasequence set.

->Parasequence : urutan relatif selaras dari lapisan batuan yang saling berhubungan secara genetis, dibatasi oleh marine flooding surface dan permukaan korelatifnya.

->Parasequence set : urutan relatif selaras dari parasequence yang berhubungan secara genetis membentuk stacking pattern yang jelas, dibatasi oleh marine flooding surface dan permukaan korelatifnya

->Marine flooding surface : suatu permukaan yang memisahkan lapisan yang muda dari lapisan yang lebih tua, dan memperlihatkan bukti adanya penambahan kedalaman air secara tiba2.

->Stacking pattern : ragam gambaran parasequence dan parasequence set yang progresive lebih muda berlapis satu diatas yang lainnya.

->Hiatus : suatu break atau interupsi pada kontinuitas record geologi yang disebabkan oleh non deposisi, sediment bypassing atau erosi. Bidang yang terbentuk selama kurun waktu ini disebut sebagai bidang hiatus atau unconformity.

->Depositional shore break : posisi pada shelf dimana ke arah daratan permukaan pengendapan berada pada/dekat denga base level, dan ke arah lautan permukaan pengendapan berada dibawah base level.

->Parasequence set retrogradasional : transgresi : V pasokan sedimen < pembentukan accomodation space : garis pantai bergerak ke arah daratan

->Parasequence set progradasional : regresi : V pasokan sedimen > pembentukan accomodation space : garis pantai bergerak ke arah cekungan

->Parasequence set agradasional : stationery shoreline (tetap) : V pasokan sedimen = pembentukan accomodation space : garis pantai tetap

->Analisa stratigraf : struktur sedimen, analisa ukuran butir, fosil, vertical sequence lateral relationship, geometri distribution of lithology

 

Penulis : Sri Bihastuti Rachmawati – Geofisika Reservoir UI

 


Leave a comment

KOMPAS GEOLOGI DAN KEGUNAANNYA

 Kompas Geologi

Kompas, klinometer, dan “hand level” merupakan alat-alat yang dipakai dalam berbagai kegiatan survei, dan dapat digunakan untuk mengukur kedudukan unsur-unsur struktur geologi. Kompas geologi merupakan kombinasi dari ketiga fungsi alat tersebut. Jenis kompas yang akan dibahas disini adalah tipe Brunton dari berbagai merek.

 Bagian-Bagian utama kompas geologi

Bagian-bagian utama kompas geologi tipe Brunton diperlihatkan dalam (Gambar II.1). Yang terpenting diantaranya adalah :

1.Jarum magnet

Ujung jarum bagian utara selalu mengarah ke kutub utara magnet bumi (bukan kutub utara geografi). Oleh karena itu terjadi penyimpangan dari posisi utara geografi yang kita kenal sebagai deklinasi. Besarnya deklinasi berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Agar kompas dapat menunjuk posisi geografi yang benar maka “graduated circle” harus diputar.

Penting sekali untuk memperhatikan dan kemudian mengingat tanda yang digunakan untuk mengenal ujung utara jarum kompas itu. Biasanya diberi warna (merah, biru atau putih).

2.Lingkaran pembagian derajat (graduated circle)

Dikenal 2 macam jenis pembagian derajat pada kompas geologi, yaitu kompas Azimuth dengan pembagian derajat dimulai 0o pada arah utara (N) sampai 360o, tertulis berlawanan dengan arah perputaran jarum jam dan kompas kwadran dengan pembagian derajat dimulai 0o pada arah utara (N) dengan selatan (S), sampai 90o pada arah timur (E) dan barat (W). (Gambar II.2)

3.Klinometer

Yaitu bagian kompas untuk mengukur besarnya kecondongan atau kemiringan suatu bidang atau lereng. Letaknya di bagian dasar kompas dan dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal dan pembagian skala (Gb. II.3A). Pembagian skala tersebut dinyatakan dalam derajat dan persen.

Menyesuaikan Inklinasi dan Deklinasi

Sebelum kompas digunakan di lapangan, hendaknya diperiksa dahulu apakah inklinasi dan deklinasinya telah disesuaikan dengan keadaan tempat pekerjaan.

       Inklinasi

Inklinasi adalah kecondongan jarum kompas yang disebabkan oleh perbedaan letak geografi suatu daerah terhadap kutub bumi. Sudut kecondongan akan hampir 0 (horizontal) apabila kita berada di dekat/di sekitar equator, dan semakin bertambah besar apabila mendekati kutub-kutub bumi. Dengan demikian, maka tiap tempat di atas bumi ini akan mempunyai sudut inklinasi yang berbeda-beda.

Pada dasarnya, sebelum kompas geologi itu dapat digunakan dengan baik, kedudukan jarum harus horizontal. Untuk itu bisa digunakan beban (biasanya ada) yang dapat digeser sepanjang jarum kompas (Gambar II.2B – beban).

       Deklinasi

Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh arah utara jarum kompas dan arah utara sebenarnya (Utara geografi), sebagai akibat dari tidak berimpitnya titik utara magnit dan titik utara geografi.

Besarnya deklinasi di suatu daerah umumnya ditunjukkan pada peta topografi daerah tersebut. Untuk menyesuaikan agar kompas yang akan dipakai menunjukkan arah utara yang sebenarnya, lingkaran derajat pada kompas harus digeser dengan cara memutar “adjusting screw” yang terdapat pada sisi kompas sebesar deklinasi yang disebutkan (11 pada gambar II.1) contoh :

Deklinasi di suatu daerah adalah 15o West.

Artinya, utara magnetik berada 15o sebelah barat dari utara geografi. Dalam hal ini lingkaran derajat harus diputar, sehingga index (13 pada gambar II.1) akan menunjuk pada angka 15o sebelah barat titik 0o.

Menentukan arah azimuth dan cara menentukan lokasi

Arah yang dimaksudkan disini adalah arah dari titik tempat berdiri ke tempat yang dibidik atau dituju. Titik tersebut dapat berupa : puncak bukti, patok yang sengaja dipasang, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil pembacaan yang baik, dianjurkan mengikuti tahapan sebagai berikut :

1.Kompas dipegang dengan tangan kiri setinggi pinggang (Gambar II. 4A)

2.Kompas dibuat horizontal (dengan bantuan “mata lembu” – 8 pada Gb. II.1) dan dipertahankan demikian selama pengamatan.

3.Cermin diatur, terbuka kurang lebih 135o menghadap ke depan dan sighting arm dibuka horizontal dengan peep sight ditegakkan (Gambar II. 4B).

4.Badan diputar sedemikian rupa sehingga titik atau benda yang dimaksud tampak pada cermin dan berimpit dengan ujung sighting arm dan garis tengah dan garis tengah pada cermin. Sangat penting diingat bahwa : bukan hanya tangan dengan kompas yang berputar tetapi seluruh badan.

5.Baca jarum utara kompas, setelah jarum tidak bergerak. Hasil bacaan adalah arah yang dimaksud. Pada gambar II.A, azimuth = S 45o dan pada gambar II.B, azimuth = N 220o E.

Hasil pembacaan arah dapat dipakai untuk menentukan lokasi dimana pengamat berdiri, dengan dibantu peta topografi. Pembidikan dapat dilakukan ke beberapa obyek yang lokasinya diketahui dengan pasti di peta (biasanya tiga obyek) kemudian arah-arah tersebut ditarik pada peta dengan menggunakan busur derajat dan segitiga. Titik potong ketiganya, yang bila pembacaannya tepat, akan hanya berpotongan di satu titik. Titik tersebut adalah titik dimana pengamat berdiri (lihat juga II.6).

Membaca arah dapat juga dilakukan dengan memegang dan menempatkan kompas pada posisi mata (Gambar II. 5A).

Kompas dipegang horizontal dengan cermin dilipat 45o dan menghadap ke mata (Gambar II. 5B). Arah yang ditunjukkan jarum dapat dibaca melalui cermin. Karena tangan penunjuk arah terbalik (menghadap kita), maka yang dibaca adalah ujung selatan jarum kompas. Yang mana dari kedua cara ini yang paling baik adalah tergantung dari kebiasaan kita dan keadaan medan.

Mengukur besarnya sudut suatu lereng dan menentukan ketinggian suatu titik

Untuk mengukur besarnya sudut lereng dilakukan tahapan sebagai berikut :

1.Tutup kompas dibuka kurang lebih 45o, sighting arm dibuka dan ujungnya di tekuk 90o.

2.Kompas dipegang dengan posisi seperti yang diperlihatkan dalam Gb. II.6. Skala klinometer harus di sebelah bawah.

3.Melalui lubang peep-sight dan sighting-window dibidik titik yang dituju. Usahakan agar titik tersebut mempunyai tinggi yang sama dengan jarak antara mata pengamat dengan tanah tempat berdiri.

4.Klinometer kemudian diatur dengan jalan memutar pengatur di bagian belakang kompas, sehingga gelembung udara dalam “clinometer level” berada tepat di tengah (Gambar II.3A).

5.Baca skala yang ditunjukkan klinometer seperti yang ditunjukkan dalam Gb. II. 3B. Satuan kemiringan dapat dinyatakan dalam derajat maupun dalam persen.

Apabila jarak antara tempat berdiri dan titik yang dibidik diketahui, misalnya dengan mengukurnya di peta maka perbedaan tinggi antara kedua titik tersebut dapat dihitung. Perbedaan tinggi tersebut dapat juga diketahui dengan cara seperti yang diperlihatkan dalam Gb. II.7. Dalam hal ini, ikutilah prosedur sebagai berikut :

1.Letakkan angka 0 klinometer berimpit dengan angka 0 pada skala.

2.Pegang kompas seperti Gb. II.6, gerakan dalam arah vertikal sedemikian rupa sehingga gelembung udara berada di tengah (no. 9 dalam Gb. II.1 atau Gb. II.3A).

3.Bidiklah melalui lubang pengintip sehingga mata, lubang pengintip dan garis pada jendela panjang (no. 4 pada Gb. II.1) berada dalam satu garis lurus. Perpanjangan dari garis lurus tersebut akan “menembus” permukaan tanah di depan pada suatu titik tertentu. Ingat-ingatlah titik “tembus” ini.

4.Beda tinggi antara pengamat berdiri dan “titik tembus” tadi sama dengan tinggi pengamat dari telapak sepatu sampai mata.

5.Berpindahlah ke “titik tembus” tadi dan ulanglah prosedur no. 2 dan 3 di atas sampai daerah yang akan anda ukur selesai.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam pengukuran arah dan sudut lereng, dapat digunakan kaki –tiga (tripod) seperti pada gambar II.8.

Mengukur kedudukan unsur struktur

Dalam geologi kita hanya mengenal adanya 2 (dua) jenis unsur struktur, yaitu struktur bidang dan struktur garis.

        Mengukur kedudukan bidang

Yang dimaksud dengan struktur bidang adalah bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, dan sebagainya. Kedudukannya dapat dinyatakan dengan jurus dan kemiringan atau dengan arah kemiringan dan kemiringan.

Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengukur kedudukan struktur demikian di lapangan, dan cara mana yang paling baik tergantung dari selera masing-masing atau telah ditetapkan dan merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh instansi tempat kita bekerja. Di sini hanya akan dikemukakan 3 (tiga) cara saja yang paling lazim dilakukan dan dapat dimengerti oleh setiap pemeta atau geologiawan.

               Dengan kompas azimuth

Mengukur jurus dan kemiringan dengan kompas azimuth, ikutilah prosedur sebagai berikut :

1.Bukalah cermin kompas > 90o

2.Letakkan salah satu sisi kompas yang bertanda E atau W (bukan N atau S) pada bidang yang akan diukur.

3.Aturlah posisi kompas sedemikian rupa sampai horizontal dengan bantuan “mata lembu”. Tetapi harus dijaga agar sisi kompas tetap menempel pada bidang yang diukur (bila bidangnya renjul, lakukanlah itu dengan bantuan clipboard atau yang semacamnya).

4.Bacalah jarum utara dan segera catat agar tidak lupa (bila kompas diangkat, jarum akan bergerak). Angka yang anda baca adalah jurus bidang yang diukur.

5.Tandailah garis potong antara : bidang yang diukur dengan bidang dasar kompas (= bidang horizontal). Biasanya dengan menekan angka keras atau menggeser agak keras.

6.Ubahlan posisi kompas sehingga bidang dasar komp;as tegak lurus terhadap garis potong (= jurus) pada nomor 5.

7.Aturlah klinometer sehingga gelembung pengatur horizontal terletak di tengah. Kemudian bacalah angka yang ditunjukkan (dalam hal ini kompas dapat diangkat). Hasil yang diperoleh adalah besarnya kemiringan.

8.Putarlah kompas sedemikian rupa sehingga posisinya seperti dalam gambar II. 9C. Buatlah horizontal dan bacalah arah yang ditunjukkan jarum utara : misalnya N, NE, E, SE, S, SW, W, NW. Angkanya tidak perlu dicatat. Hasil pembacaan adalah arah kemiringan.

Kedudukan struktur bidang yang diukur dapat dicatat sebagai berikut : (misalnya) N 45oE/20oSE, artinya : jurus bidang adalah timur laut dan miring atau condong 20o ke arah tenggara. Bidang N 45oE/20o SE bisa juga dibaca dan dicatat sebagai N 225oE/20oSE. Angka yang pertama diperoleh karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda E sedang angka yang kedua karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda W.

               Dengan kompas kwadran

Untuk mengukur jurus, lekatkan sisi kompas yang bertanda E atau W, letakkan horizontal dan baca salah satu ujung jarum. Dianjurkan agar selalu membaca angka pada belahan utara kompas (atau bagian dengan tanda N). Dengan demikian kita akan mempunyai bacaan-bacaan sebagai berikut N …E atau N….W (tidak akan terjadi S…E atau S…..W).

Untuk mendapatkan kemiringan prosedurnya sama seperti pada kompas azimuth, dan harus dinyatakan kemana arah kemiringannya. Untuk arah kemiringan hanya jarum utara yang dibaca.

Contoh : N 30o E/15o NW

N 40o W/20o NW

N 40o W/25o SW dan sebagainya

               Membaca arah dan besarnya kemiringan

Cara ini dapat diterapkan baik untuk kompas azimuth maupun kwadran. Pada dasarnya cara ini adalah mengukur arah dan besarnya kemiringan bidang. Artinya kemana arah kemiringannya dan berapa besarnya. Jurusnya tidak diukur, tetapi dapat diketahui dengan sendirinya yaitu tegak lurus pada arah kemiringan. Perbedaannya dengan kedua cara terdahulu adalah pencatatan dan plotting dalam peta.

a.Pengukuran jurus

b.Pengukuran kemiringan

c.Pengukuran arah kemiringan

Prosedur mengukurnya adalah sebagai berikut :

a.Letakkan sisi kompas dengan cermin sejajar bidang yang diukur (atau sama dengan mendekatkan sisi kompas dengan tanda S) – Gb. II. 9C

b.Angka yang ditunjuk jarum utara adalah arah kemiringan bidang.

c.Besarnya kemiringan diketahui dengan prosedur-prosedur yang sama seperti pada cara pertama dan kedua (Gambar II. 9B)

d.Hasil bacaanyna akan ditulis : 20o N 45o E artinya : bidang itu miring 20o ke arah timur laut.

Cara ini lebih cepat (karena hanya satu kali menentukan arah) dan tidak mungkin terjadi kekeliruan dalam menentukan arah kemiringan bidang (kesalahan hanya akan terjadi apabila kita salah membaca jarum kompas) cara ini juga banyak diterapkan terutama di Eropa (Inggris) dan perusahaan-perusahaan minyak.

       Mengukur kedudukan struktur garis

Struktur garis yang dimaksud disini dapat berupa : poros lipatan, Perpotongan 2 bidang, liniasi mineral, garis-garis pada cermin sesar, liniasi fragmen pada breaksi dan sebagainya.

Gambar

Kedudukannya dinyatakan dengan arah dan besarnya penunjaman atau (“plunge”) dan “pitch”. Yang dimaksud dengan arah disini adalah sama dengan yang dibahas pada II.3.1 (menentukan azimuth), jadi cara mengukurnya juga sama. Letakkan atau arahkan kompas dalam posisi horizontal sedemikian rupa sehingga salah satu sisinya berimpit dengan liniasi yang akan diukur dan “sighting arm” sejajar dengan arah garis, kemudian dibaca jarum utara. Cara mengukurnya, dapat dilakukan dengan meletakkan langsung kompas itu pada struktur yang diukur, atau sambil berdiri seperti pada gambar. Adapun penunjaman atau “plunge” adalah besarnya sudut yang dibuat oleh struktur garis tersebut dengan bidang horizontal diukur pada bidang vertikal melalui garis tersebut (Gambar II.10).

Cara menentukan besarnya penunjaman atau “plunge” (dibaca plans), adalah dengan membaca klinometer pada saat kedudukan kompas vertikal dan sisinya diletakkan seluruhnya (jangan hanya ujungnya) pada garis yang diukur.

Membaca kompas dan cara “plotting”

       Membaca arah

Perlu diingat bahwa untuk membaca arah, baik kompas azimuth maupun kwadran, jarum yang diperhatikan hanyalah jarum utara. Dalam gambar II.2A arah yang ditunjukkan kompas adalah S 45o E sedangkan dalam gambar II.2B adalah N 220o E.

       Membaca jurus

Membaca jurus lapisan sama persis dengan membaca arah oleh karena jurus tidak lain dari pada arah garis potong antara bidang lapisan dengan bidang horizontal.

Telah dianjurkan dalam II.4.1.2 bahwa membaca jurus pada kompas kwadran sebaiknya diamati jarum yang berada di setengah lingkaran kompas yang bertanda N. Oleh karena itu dapat terjadi bahwa yang berada di bagian yang bertanda N adalah jarum selatan.

       Membaca sudut lereng, kemiringan lapisan atau penunjaman liniasi

Untuk membaca ketiga parameter di atas dipergunakan klinometer. Pada umumnya yang dibaca adalah skala “derajat”, tetapi khusus untuk sudut lereng kadang-kadang juga skala persentase (%).

Untuk skala “derajat”, pembacaan dapat dilakukan sampai “menit” yaitu dengan memperhatikan nonius yang tertera pada klinometer. Pada gambar II.3B, besarnya kemiringan adalah 10o 30’. Cara pembacaannya adalah sebagai berikut :

Garis berangka 0 (nol) pada klinometer menunjuk diantara angka 100 dan 110. Artinya lebih besar dari 10o tetapi kurang dari 11o.

Untuk membaca kelebihannya dari 10o, perhatikan garis-garis pada nonius, garis yang mana yang berimpit dengan skala pada derajat. Dalam contoh adalah garis 30. Dengan demikian angka kemiringannya adalah 10o 30’.

Pada saat yang sama, kemiringan dalam “persen” adalah 19%.

 


Leave a comment

PERKEMBANGAN TEORI MENGENAI BUMI

1. TEORI GEOSINKLIN

Teori ini dikonsep oleh Hall pada tahun1859 yang kemudian dipublikasikan oleh Dana pada tahun 1873. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya endapan batuan sedimen yang sangat tebal, ribuan meter dan memanjang seperti pada Pegunungan Himalaya, Alpina dan Andes.

Teori geosinklin menyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa. Batuan yang terdeformasi didalamnya dijelaskan sebagai akibat menyempitnya cekungan karena terus menurunnya cekungan, sehingga batuan terlipat dan tersesarkan. Pergerakan yang terjadi adalah pergerakan vertikal akibat gaya isostasi.

Teori ini mempunyai kelemahan tidak mampu menjelaskan asal-usul aktivitas vulkanik dengan baik dan logis. Keteraturan aktivitas vulkanik sangatlah tidak bisa dijelaskan dengan teori geosinklin. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.

2. HIPOTESA CONTINENTAL DRIFT

Tahun 1912, Alfred Wegener seorang ahli meteorologi Jerman mengemukakan konsep Pengapungan Benua (Continental drfit). Dalam The Origin of Continents and Oceans. Hipotesa utamanya adalah satu “super continent” yang disebut Pangaea (artinya semua daratan) yang dikelilingi oleh Panthalassa (semua lautan). Selanjutnya, hipotesa ini mengatakan 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benua-benua yang lebih kecil. Dan kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti yang dijumpai saat ini. Sedangkan hipoptesa lainnya menyatakan bahwa pada mulanya ada dua super kontinen , yaitu pangea utara yang disebut juga Laurasia, dan pangea selatan yang disebut juga Gondwanaland. Kedua benua ini dipisahkan samudra Tethys.

Bukti –bukti yang mendukung teori ini diantaranya:

a. Kecocokan / kesamaan Garis Pantai

Adanya kecocokan garis pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian timur dengan garis pantai benua Afrika bagian barat, dimana kedua garis pantai ini cocok dan dapat dihimpitkan satu dengan lainnya (gambar 2.9).

Gambar 2.9 Kecocokan garis pantai benua Amerika Selatan Bagian Timur dengan garis pantai benua Afrika Bagian Barat

Wegener menduga bahwa benua benua tersebut diatas pada awalnya adalah satu atas dasar kesamaan garis pantai. Atas dasar inilah kemudian Wegener mencoba untuk mencocokan semua benua benua yang ada di muka bumi.

b. Persebaran Fosil :

Diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di beberapa benua, seperti (gambar 2.10):

• Fosil Cynognathus, suatu reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu dan ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.

• Fosil Mesosaurus, suatu reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang hidup sekitar 260 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.

• Fosil Lystrosaurus, suatu reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang lalu, ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.

• Fosil Clossopteris, suatu tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dijumpai di benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan Antartika.

Pertanyaannya adalah, bagaimana binatang-binatang darat tersebut dapat bermigrasi menyebrangi lautan yang sangat luas serta di laut yang terbuka? Boleh jadi jawabannya adalah bahwa benua-benua yang ada sekarang pada waktu itu bersatu yang kemudian pecah dan terpisah pisah seperti posisi saat ini.

Gambar 2.10 Persebaran fosil Cynognathus diketemukan hanya di benua Amerika Selatan dan benua Afrika; fosil Lystrosaurus dijumpai di benua-benua Afrika, India, dan Antartika; fosil Mesosaurus di benua benua Amerika Selatan dan Afrika, dan fosil Glossopteris dijumpai di benua benua Amerika Selatan, Afrika, India, Antartika, dan Australia.

c. Kesamaan Jenis Batuan :

Jalur pegunungan Appalachian yang berada di bagian timur benua Amerika Utara dengan sebaran berarah timurlaut dan secara tiba-tiba menghilang di pantai Newfoundlands. Pegunungan yang umurnya sama dengan pegunungan Appalachian juga dijumpai di British Isles dan Scandinavia. Kedua pegunungan tersebut apabila diletakkan pada lokasi sebelum terjadinya pemisahan / pengapungan, kedua pegunungan ini akan membentuk suatu jalur pegunungan yang menerus.

Dengan cara mempersatukan / mencocokan kenampakan bentuk-bentuk geologi yang dipisahkan oleh suatu lautan memang diperlukan, akan tetapi data data tersebut belum cukup untuk membuktikan hipotesa pengapungan benua (continental drift). Dengan kata lain, jika suatu benua telah mengalami pemisahan satu dan lainnya, maka mutlak diperlukan bukti-bukti bahwa struktur geologi dan jenis batuan yang cocok/sesuai. Meskipun bukti-bukti dari kenampakan geologinya cocok antara benua benua yang dipisahkan oleh lautan, namun belum cukup untuk membuktikan bahwa daratan/benua tersebut telah mengalami pengapungan.

d. Bukti Iklim Purba (Paleoclimatic) :

Para ahli kebumian juga telah mempelajari mengenai ilklim purba, dimana pada 250 juta tahun yang lalu diketahui bahwa belahan bumi bagian selatan pada zaman itu terjadi iklim dingin, dimana belahan bumi bagian selatan ditutupi oleh lapisan es yang sangat tebal, seperti benua Antartika, Australia, Amerika Selatan, Afrika, dan India (gambar 2.11). Wilayah yang terkena glasiasi di daratan Afrika ternyata menerus hingga ke wilayah ekuator. Akan tetapi argumentasi ini kemudian ditolak oleh para ahli kebumian, karena selama perioda glasiasi di belahan bumi bagian selatan, di belahan bumi bagian utara beriklim tropis yang ditandai dengan berkembangnya hutan rawa tropis yang sangat luas dan merupakan material asal dari endapan batubara yang dijumpai di Amerika bagian timur, Eropa dan Asia.

Pada saat ini, para ahli kebumian baru percaya bahwa daratan yang mengalami glasiasi berasal dari satu daratan yang dikenal dengan super-kontinen Pangaea yang terletak jauh di bagian selatan dari posisi saat ini. Bukti-bukti dari Wegener dalam mendukung hipotesa Pengapungan Benua baru diperoleh setelah 50 tahun sebelum masyarakat ahli kebumian mempercayai kebenaran tentang hipotesa Pengapungan Benua.

Gambar 2.11 Sebaran lapisan es di belahan bumi bagian selatan pada 250 – 300 juta tahun yang lalu serta sebaran fosil Lystrosaurus dijumpai di benua-benua Afrika, India, dan Antartika; fosil Glossopteris dijumpai di benua benua Amerika Selatan, Afrika, India, Antartika, dan Australia.

Ahli- ahli yang mendukung

1. Antonio Snider-Pelligrini, ahli paleontologi Prancis “Creation and Its Mysteries Revealed” (1858):

• Menunjukkan bentuk Afrika dan Amerika Selatan yang sesuai bila digabungkan

• Mencatat adanya bukti fosil di Amerika Utara dan Eropa.

2. Frank B. Taylor (1908), ahli geologi Amerika:

• Mengemukakan beberapa fakta yang dapat dijelaskan dengan apungan benua.


Leave a comment

SIFAT KEMAGNETAN BATUAN

                                 Batuan yang merupakan material pembentuk kerak bumi memiliki sifat- sifat yang dapat diperikan dan digunakan untuk membedakan antara satu dengan yang lainnya.Salah satu sifat batuan yang biasanya diperikan adalah sifat kemagnetan batuan.

                                Sifat magnet pada batuan dipengaruhi oleh kandungan mineral pada batuan tersebut.Sifat magnetik pada mineral ini dikaji secara mendalam dalam bidang paleomagnetisme atau kemagnetan purba. Stabil tidaknya magnetisasi pada suatu batuan sangat tergantung pada jenis mineral dan ukurannya. Sifat  magnetik pada batuan ini juga berperan dalam metode geomagnetik untuk eksplorasi.

                                Namun istilah mineral magnetik biasanya digunakan bagi mineral yang tergolong feromagnetik dalam batuan dan tanah (soils), keluarga besi-titanium oksida, sulfida-besi, dan hidroksida besi.

Contoh mineral-mineral magnetik tersebut di antaranya adalah :

  1. Dari keluarga besi-titanium oksida antara lain magnetite (Fe3O4 ) atau karat (Fe2O3) dan maghemite (Fe2O3).

  2. Dari keluarga sulfida-besi antara lain pyrite (FeS2) dan pyrrhotite (Fe7S8),

  3. Golongan hidroksida besi antara lain goethite (FeOOH).

Setiap jenis batuan memiliki sifat dan karakteristik tertentu dalam medan magnet yang dimanifestasikan dalam parameter susceptibilitas magnetik batuan atau mineralnya (k). Susceptibilitas magnet batuan merupakan tingkat kemagnetan suatu benda untuk termagnetisasi, yang pada umumnya erat kaitannya dengan kandungan mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetit di dalam batuan, akan semakin besar harga susceptibilitasnya. Metoda ini sangat cocok untuk pendugaan struktur geologi bawah permukaan dengan tidak mengabaikan faktor kontrol adanya kenampakan geologi di permukaan dan kegiatan gunungapi. Dengan adanya perbedaan dan sifat khusus dari tiap batuan dan mineral inilah yang melandasi digunakannya metode magnetik untuk kegiatan eksplorasi maupun kepentingan geodinamika.

Susceptibilitas suatu magnet batuan berpengaruh terhadap besarnya Intensitas magnetik batuan tersebut.Pengaruh tersebut dapat digaaambarkan dengan persamaan

I =  k. H

                  I = intensitas magnetik

           H = kuat medan magnet

          Nilai k pada batuan semakin besar jika dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral bersifat magnetik. Berdasarkan nilai k dibagi tiga kelompok jenis material dan batuan peyusun litologi bumi, yaitu:

       1. Diamagnetik

Memiliki nilai susceptibilitas (k) negatif dan kecil artinya Orientasi elektron orbital substansi ini selalu berlawanan arah dengan magnet luar, sehinggga medan totalnya selalu berkurang. Sebagai contoh adalah grafit, marbele, kuarsa, marmer, garam dan anhidrit atau gypsum.

2. Paramagnetik

Memiliki arah sama dengan medan luarnya sehingga harga susceptibilitas magnetiknya (k) bernilai positif namun kecil.Sifat-sifat paramagnet akan timbul bila atom atau molekul suatu bahan memiliki momen magnet pada waktu tidak terdapat medan luar dan interaksi antara atom adalah lemah. Pada umumnya momen magnet menyebar acak, tetapi bila diberi medan magnet luar momen tersebut akan mengarah sesuai dengan arah medan luar tersebut. Sebab-sebab sifat paramagnet ialah karena tidak seimbangnya putaran momen magnet elektron.Contoh mineral yang termasuk pada jenis ini adalah olivine dan biotit.

3. Ferromagnetik

Memiliki harga susceptibilitas magnetik (k) positif dan besar, yaitu sekitar kali dari diamagnetik/paramagnetik. Sifat kemagnetan substansi ini dipengaruhi oleh keadaan suhu, yaitu pada suhu diatas suhu curie sifat kemagnetannya hilang.Atom-atom dalam bahan-bahan ferromagnet memiliki momen magnet dan interaksi antara atom-atom tetangganya begitu kuat sehingga momen semua atom dalam suatu daerah mengarah sesuai dengan medan magnet luar yang diimbaskan, bahkan dengan tidak adanya magnet dari luar. Contoh mineral yang termasuk jenis ini adalah besi dan nikel.


Leave a comment

GEOLOGI

Geologi berasal dari kata geo = bumi dan logos = ilmu.

Geologi merupakan ilmu yang mempelajari bumi sebagai  objek utama, dan sebagian besar berhubungan dengan bagian terluar bumi yaitu kerak bumi.

 

Cabang  ilmu geologi:

Petrologi = studi  tentang batuan, asal mula kejadian, terdapatnya serta penjelasan lingkungan pembentukan nya.

Stratigrafi = studi tentang urutan perlapisan pada batuan

Paleontologi = studi tentang fosil dan aspek kehidupan purba yang terekam didalam batuan

Geologi struktur = studi tentang bentuk batuan dan kerak bumi

Gemorfologi = studi tentang roman muka bumi  dan uraian tentang bumi

Mineralogi = studi tentang mineral